Jakarta - Elektabilitas sejumlah tokoh yang tinggi namun tidak memiliki latar belakang partai politik (parpol) dinilai bisa membuat demokrasi berkembang tidak sehat. Hal ini disampaikan oleh pemerhati politik Sholeh Basyari mencermati tingginya elektabilitas sejumlah tokoh non-parpol dalam sejumlah survei elektabilitas.
"Anies Baswedan, Ridwan Kamil, secara sengaja "diangkat" jauh-jauh hari oleh lembaga survei dengan tujuan mendelegitimasi tokoh-tokoh berbasis parpol," kata Sholeh, Kamis (29/9/2022).
Delegitimasi ini, lanjutnya, bertujuan untuk mendapatkan kendaraan politik secara murah, mudah dan cepat. "Ini merusak dan membuat demokrasi tidak sehat," lanjutnya.
Diketahui, elektabilitas Anies Baswedan melejit di sejulag survei yang digelar oleh sejumlah lembaga, semisal survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS).
Dalam surveinya, Anies unggul jika dihadapkan secara langsung dengan Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.
"Kami lakukan head to head antara Pak Anies dengan Pak Ganjar. Jadi, kami menemukan angka yang ini, Pak Anies 47,8 persen dan Pak Ganjar 43,9 persen," ujar Arya dalam keterangannya, Senin (26/9/2022).
Kemudian dalam skema selanjutnya, Anies Baswedan kembali unggul jika beradapan dengan Prabowo Subianto. Dalam head to head survei CSIS, Anies Baswedan memperoleh 48,6 persen sedangkan Prabowo Subianto 42,8 persen.
Pada kesempatan yang sama, ia juga menjelaskan bahwa tokoh politik seharusnya lahir dari proses politik yang ada di partai politik. Ia menilai, peran lembaga survei dalam menggenjot satu atau dua tokoh tertentu justru berpotensi dapat meruntuhkan peran parpol dalam perkembangan demokrasi di Indonesia.
"framing lembaga survei, meruntuhkan peran parpol. Framing ini harus dirobohkan," lanjutnya.
Ia menilai, sejumlah tokoh yang lahir dan besar dari partai politik justru memiliki kualitas personal yang kuat. "Prabowo secara kelembagaan, parpol dan personal, paling kuat. Menyusul Muhaimin, Puan dan Airlangga," pungkasnya. (lpk/ant/ito)
Load more