Trah Soekarno Jangan Pernah Lupakan Jasa Para Keturunan Arab, Sejarah Mencatat Bung Karno Pernah Berpesan Agar …
- Arabindonesia.com
Disebutkan Muntahar meminjam mesin jahit milik seorang istri dokter. Ia menjahit kembali Sang Saka Merah Putih persis mengikuti bekas lubang jahitan aslinya. Namun, ada sedikit kekeliruan di sekitar 2 cm ujung bendera. Berikutnya pusaka sakral itu dibungkus menggunakan kertas koran kemudian dititipkan pada Soedjono untuk diserahkan ke Bung Karno.
Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta akhirnya berhasil kembali ke Yogyakarta pada 6 Juli 1949 dengan sang saka merah putih. Bendera pusaka itu kemudian dikibarkan di Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta pada 17 Agustus 1949. Tahun berikutnya dikibarkan di Istana Merdeka, Jakarta.
Atas jasanya menyelamatkan bendera merah putih, Husein Muntahar mendapatkan anugerah Bintang Mahaputera pada tahun 1961. Penghargaan itu disematkan langsung oleh Presiden Soekarno.
Kiprah Husein Muntahar Tidak Berhenti di Situ
Pemilik nama lengkap Sayyid Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad Al-Muthahar atau yang akrab disapa Husein Muntahar ini kemudian menjadi salah satu tokoh utama pendiri Pandu Rakyat Indonesia, yang kelak menjadi Gerakan Pramuka.
Bahkan namanya masuk dalam pembentukan dan pembinaan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang beranggotakan pelajar asal berbagai penjuru negeri. Muntahar juga aktif menciptakan lagu. Sebagai seorang komponis handal, sejumlah lagu nasional seperti Dirgahayu Indonesiaku, hymne Syukur, dan Mars Hari Merdeka tercipta dari tangan dinginnya.
Bahkan lagu-lagu kepanduan yang banyak dikenal hingga saat ini merupakan ciptaannya, seperti Gembira, Mari Tepuk, Tepuk Tangan Silang-Silang, Slamatlah, Saat Berpisah, Jangan Putus Asa, hingga Hymne Pramuka.
Pria keturunan Arab-Indonesia ini berasal dari keluarga mapan dan kelompok sayyid yang memiliki garis keturunan kepada Nabi Muhammad. Ia mengenyam sejumlah jenjang pendidikan era kolonial penjajah dan berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada.
Selepas itu pada tahun 1945, Husein Muntahar bekerja sebagai Sekretaris Panglima Angkatan Laut RI di Yogyakarta. Dua tahun kemudian bertugas sebagai pegawai tinggi Sekretariat Negara di Yogyakarta.
Kepiawaiannya menguasai sedikitnya enam bahasa secara aktif mengantarkan ia menjadi Duta Besar RI di Tahta Suci (Vatikan) periode 1969-1973. Selepas itu ia diminta menjabat Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri yang sekarang menjadi Kementerian Luar Negeri.
Load more