Jakarta - Duagaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) yang melibatkan 10 tersangka termasuk Hakim Agung, Sudrajad Dimyati disorot banyak pihak.
Pasalnya, dugaan kasus itu turut serta melibatkan Hakim Agung hingga terbukti budaya negosiasi penaganan perkara kerap menjadi budaya yang sulit dibersihkan dari Mahkamah Agung.
"OTT terhadap Hakim Agung dan beberapa orang lainnya menunjukkan beberapa hal. Pertama, pembaruan di MA belum menyentuh aspek dasar, yaitu perubahan budaya," kata Zaenur dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Sabtu (24/9/2022).
"Memang ada beberapa hasil dari pembaruan di MA, antara lain peningkatan kualitas layanan maupun sarana prasarana. Tapi ada satu kebiasaaan buruk yaitu jual beli perkara, nampaknya belum bisa bersih dari MA," sambungnya.
Pandangan tersebut disampaikan Zaenur mengingat Hakim Agung, Sudrajad Dimyati yang diduga turut serta menerima sejumlah uang suap.
Zaenar pun meminta pihak Mahkamah Agung harus cepat membenahi sistem yang ada pada badan penegak hukum tersebut.
Pasalnya, pembenahan tak cepat dilakukan dapat berdampak budaya jual beli penanganan perkara semakin mengakar pada Mahkamah Agung.
"Pembaruan MA harus menyentuh aspek mendasar yaitu aspek perubahan bdaya, perilaku, dan cara berpkir. Ini tugas berat dan harus ada yang bertanggungjawab atas kejadian ini. Jika seorang Hakim terbukti melakukan tipikor, seharusnya tidak hanya yang bersangkutan saja yang harus diberikan sanksi, tapi juga atasannya, yaitu dalam bentuk pengunduran diri," ungkapnya.
Diketahui, KPK menetapkan Hakim Agung, Sudrajat Dimyati (SD) dan Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti Mahkamah, Elly Tri Pangestu (ETP) sebagai tersangka dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan saat ini Sudrajad Dimyati telah dilakukan penahanan oleh tim penyidik.
"Saat ini Tim Penyidik kembali menahan satu orang tersangka yaitu SD untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 23 September 2022 sampai dengan 12 Oktober 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1," kata Alexander dalam konferensi persnya, Jakarta, Jumat (23/9/2022).
Alexander menjelaskan SD menerima ratusan juta rupiah dalam kasus dugaan suap penanganan perkara tersebut.
Sejumlah nominal uang yang diterima tersnahka SD bersumber dari dua pengacara yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini yakni Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES).
"Jumlah uang yang kemudian diserahkan secara tunai oleh YP dan ES pada DY sejumlah sekitar SGD 202.000 (Rp2,2 Miliar). DY menerima sekitar sejumlah Rp250 juta, MH menerima sekitar sejumlah Rp850 juta, ETP menerima sekitar sejumlah Rp100 juta dan SD menerima sekitar sejumlah Rp800 juta yang menerimaannya melalui ETP," ungkapnya.
Selain kedua tersangka, pihak KPK turut serta menetapkan 8 tersangka lain dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung.
Kedelapan orang tersangka tersebut yakni Desy Yustria (DY), Muhajir Habibie (MH), Nurmanto Akmal (NA), Albasri (AB), Yosep Parera (YP), Eko Suparno (ES), Heryanto Tanaka (HT), Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IVDKS).
Bukti Baru Usai Geledah MA
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung melaksanakan penggeledahan dua lokasi yang diduga terlibat kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung dengan tersangka Hakim Agung, Sudrajad Dimyati.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan lokasi yang di geledah penyidikan yakni Gedung Mahkamah Agung RI dan rumah para tersangka dugaan kasus korupsi tersebut.
Ali Fikri menjelaskan dari kegiatan penggeladahan tim penyidik KPK mendapatkan sejumlah alat bukti.
Sejujmlah alata bukti yang didapat puhak penyidik diantaranya data elektronik dugaan kasus suap penanganan perkara di Mahkamah Agung.
"Dari kegiatan ini (penggeledahan), ditemukan dan diamankan antara lain berupa berbagai dokumen penanganan perkara dan data elektronik yang diduga erat berkaitan dengan perkara," kata Ali.
Di sisi lain, Ali Fikri menuturkan penggeladahan dilakukan turut serta untuk melengkapi berkas dokumen para tersangka yang terlibat dugaan suap penanganan perkara tersebut.
"Analisis dan penyitaan segera dilakukan untuk melengkapi berkas penyidikan para Tersangka," katanya.
Diketahui, KPK menetapkan Hakim Agung, Sudrajad Dimyati (SD) sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di Makhamah Agung (MA).
KPK Geledah Gedung MA
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan Gedung Mahkamah Agung (MA) RI, Jakarta, Jumat atas kasus dugaan suap pengurusan perkara yang menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyanti (SD) sebagai tersangka.
Ali Fikri mengatakan kegiatan penggeledahan di MA ini masih berlangsung dan akan diinformasikan lagi tentang perkembangannya.
Saat ini KPK telah menetapkan 10 tersangka sebagai penerima yaitu SD, Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua PNS MA Redi (RD) dan Albasri (AB).
Sebagai pemberi, yaitu Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) masing-masing selaku pengacara serta dua pihak swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID) Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Dalam konstruksi perkara, KPK mengatakan bahwa mulanya ada laporan dan gugatan perdata tentang aktivitas dari Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Pengadilan Negeri Semarang yang diajukan HT dan IDKS dengan diwakili melalui kuasa hukumnya, yakni YP dan ES.
Saat proses persidangan di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, HT dan ES belum puas dengan keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut sehingga melanjutkan upaya hukum berikutnya di tingkat kasasi pada MA.
Pada tahun 2022, dilakukan pengajuan kasasi oleh HT dan IDKS dengan masih mempercayakan YP dan ES sebagai kuasa hukumnya.
Dalam pengurusan kasasi tersebut, KPK menduga YP dan ES melakukan pertemuan dan komunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan MA yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan majelis hakim yang nantinya bisa mengondisikan putusan sesuai dengan keinginan YP dan ES.
Adapun pegawai yang bersedia dan bersepakat dengan YP dan ES, yaitu DY dengan adanya pemberian sejumlah uang. Selanjutnya, DY turut mengajak MH dan ETP untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.
KPK juga menduga DY dan kawan-kawan sebagai representasi dari SD dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA.
Terkait dengan sumber dana yang diberikan YP dan ES pada majelis hakim berasal dari HT dan IDKS.
Jumlah uang yang kemudian diserahkan secara tunai oleh YP dan ES pada DY sejumlah sekitar 202.000 dolar Singapura atau sekitar Rp2,2 miliar.
Selanjutnya oleh DY dibagi lagi dengan pembagian DY menerima sekitar sejumlah Rp250 juta, MH menerima sekitar sejumlah Rp850 juta, ETP menerima sekitar sejumlah Rp100 juta, dan SD menerima sekitar sejumlah Rp800 juta yang penerimaannya melalui ETP.
Dengan adanya penyerahan uang tersebut, putusan yang diharapkan YP dan ES pastinya dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi sebelumnya yang menyatakan Koperasi Simpan Pinjam Intidana pailit.
Saat tim KPK melakukan tangkap tangan, dari DY ditemukan dan diamankan uang sejumlah sekitar 205.000 dolar Singapura dan adanya penyerahan uang dari AB sejumlah sekitar Rp50 juta.
KPK juga menduga DY dan kawan-kawan juga menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang berperkara di MA dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik. (ree/raa/mut)
Load more