Bharada E mengajukan permohonan status Justice Collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Melalui kuasa hukum Bharada E sebelumnya, Deolipa Yumara dan Muhammad Burhanuddin, pihaknya mengatakan kliennya akan membuka semua informasi kepada LPSK, pada Senin (8/8/2022).
Kini LPSK telah menerima dan mengabulkan permohonan tersangka Bharada E sebagai justice collaborator. LPSK menyebutkan bahwa Bharada E tidak mempunyai motif dan niat untuk membunuh Brigadir J.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengabulkan permohonan perlindungan yang diajukan tersangka Bharada E atau Richard Eliezer sebagai kolaborator keadilan atau Justice Collaborator dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
“Diputuskan untuk menjadi terlindung LPSK sebagai justice collaborator,” kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dalam konferensi pers di kantor LPSK, Jakarta Timur, Senin (15/8/2022).
Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo (ANTARA)
Hasto mengatakan pihaknya sudah menyampaikan kepada Bharada E bahwa jika ingin menjadi terlindung dari LPSK, maka dia harus berperan sebagai justice collaborator.
“Dan akhirnya dua hari yang lalu itu kami tetapkan yang bersangkutan sebagai justice collaborator,” tambahnya.
Hasto menambahkan LPSK menilai Bharada E memenuhi syarat sebagai tersangka yang bersedia bekerja sama dengan aparat hukum untuk membongkar kasus pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Selain bukan pelaku utama, kata Hasto, Bharada E juga menyatakan kesediaan untuk memberikan informasi kepada aparat penegak hukum tentang berbagai fakta terkait kejadian perkara.
Berdasarkan catatan LPSK, Bharada E merupakan pelaku tindak pidana dengan peran minor karena saat kejadian dia mendapatkan perintah dari atasannya.
Bharada E bersedia memberikan informasi kepada aparat penegak hukum tentang berbagai fakta kejadian di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta.
“Bharada E adalah pelaku tindak pidana dengan peran minor karena dia dapat perintah dari atasan,” ujarnya.
Dia menambahkan keterlibatan Bharada E dalam perencanaan pembunuhan Brigadir J itu masih didalami terkait apakah dia menjadi mastermind atau bukan.
“Bahkan keterlibatannya masih kami dalami, apakah yang bersangkutan menjadi master mind atau bagaimana, tapi yang jelas, kami melihat peran yang bersangkutan ini kecil dan kami melihat yang bersangkutan tidak punya mens rea atau niatan untuk melakukan pembunuhan,” jelas Hasto.
Keputusan LPSK memberikan perlindungan terhadap Bharada E karena dua syarat, yakni adanya ancaman dan adanya proses hukum yang harus segera dilalui Bharada E sehingga harus segera didampingi.
“Kedua-duanya memenuhi bahwa ancaman yang bersangkutan ada di dalam satu perkara pidana yang berdimensi ada di dalam satu perkara pidana yang berdimensi struktural, dimana ada relasi kuasa di dalamnya dan yang bersangkutan ada di dalam strata yang rendah di dalam struktur pelaku tindak pidana,” ungkapnya.
Dengan ditetapkannya keputusan tersebut berdasarkan Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK (SMPL), maka perlindungan darurat yang telah diberikan sebelumnya kepada Bharada E, dicabut.
“Dan juga di dalam proses peradilan, kami akan selalu mendampingi yang bersangkutan sampai kemudian putusan diambil oleh hakim,” tambahnya.
Menurut penjelasan dari Hasto, terdapat dua biro dari LPSK yang bekerja terkait kasus penembakan di Duren Tiga ini antara lain Biro Penelaahan dan Permohonan dan Biro Pemenuhan Hak Saksi dan Korban.
“Dua hari yang lalu LPSK bertemu pengacara dan Bharada E. Yang bersangkutan bersedia untuk menjadi justice collaborator. Kami lakukan assessment dan Bharada E memang memenuhi syarat jadi justice collaborator karena dia bukan pelaku utama,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua LPSK Achmadi mengatakan pihaknya menilai saat ini tidak ada ancaman langsung yang diterima Bharada E. Namun, Bharada E memiliki kekhawatiran terjadi ancaman serta tekanan fisik dan psikis atas tindak pidana yang diungkap menurut keadaan sebenarnya.
Untuk diketahui, program perlindungan diberikan kepada Bharada E atau yang terlindung berupa: (1). Perlindungan Fisik; (2). Pemenuhan Hak Prosedural Selaku JC; (3). Penegakan Hukum; (4). Bantuan Rehab Psikologis dalam rangka penguatan proses peradilan; dan (5). Bantuan Rehab Psikososial dalam bentuk menghadirkan dokter dan rohaniawan.
Kemudian. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta Bharada E atau Richard Eliezer untuk konsisten dengan keterangannya. Dengan begitu, kasus kematian Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat menjadi jelas dan terang.
Wakil ketua LPSK, Edwin Partogi mengatakan akan ada sanksi jika Bharada E tak konsisten dengan keterangan yang dia sampaikan. Sanksi itu adalah dicabutnya status justice collaborator (JC).
“Jika kemudian soal ketidakyakinan atau berubah keterangan, maka ada konsekuensi status JC-nya itu bukan status permanen, tapi status itu bisa dicabut,” ungkap Edwin di Kantor LPSK, Senin (15/8/2022).
“Tidak Berlaku apabila saksi pelaku ini kemudian tidak konsisten dalam berikan keterangannya. Kalau keterangannya berubah-ubah keterangannya. Kemudian tidak mendukung pengungkapan perkara, tentu status bisa dicabut,” sambungnya.
Lanjut Edwin, nantinya hakim pengadilan juga menentukan terkait justice collaborator tersebut. Hal itu akan ditentukan dalam pengadilan.
“Termasuk di bagian akhir adalah putusan hakim. Nanti hakim akan memutuskan apakah terdakwa misalnya Bharada E diputuskan atau tidak sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau JC,” tuturnya.
Bharada E merupakan orang yang pertama kali mengatakan bahwa tidak terjadi tembak menembak dengan Brigadir J. Tetapi ia menembak Brigadir J atas perintah atasannya Ferdy Sambo, ia pun tak tahu menahu mengenai pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri Candrawathi.
Sampai saat ini belum ada saksi yang memberikan keterangan mengenai detail kejadian pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi, termasuk Putri Candrawathi sendiri belum memberikan keterangan. (ebs/nsi/ade/kmr)
Load more