Foto: Panglima ABRI Wiranto, saat berikan pernyataan di Istana Negara, 21 Mei 1998 (YouTube - AP Archive)
Habibie menerima laporan itu, dalam penafsirannya, Inpres yang diterima Wiranto itu semacam Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret pada tahun 1966 silam, yang diberikan oleh Presiden Soekarno kepada Panglima Kostrad Mayjen Soeharto untuk mengendalikan keamanan ketika itu.
"Inpres ini mungkin semacam “Supersemar” (Surat Perintah Sebelas Maret), seperti halnya pada tahun 1966, dimana Jenderal Soeharto diberi kewenangan oleh Presiden Soekarno untuk mengambil langkah-langkah penyelamatan negara." tulis Habibie.
Ketika itu Wiranto menanyakan kepada Habibie, apa yang harus Ia lakukan dengan inpres dari Soeharto tersebut.
Lalu apa jawaban Habibie kepada Wiranto? Habibie dalam bukunya itu memulainya dengan kisah pengalamannya, saat pertama kali mengenal Wiranto, tujuh tahun silam.
Sewaktu Ia bersama anggota Kabinet Pembangunan dan Pimpinan Lembaga Tertinggi Negara, duduk di lantai Masjid Istiqlal, sambil menantikan kedatangan Presiden dan Wakil Presiden untuk bersama melaksanakan shalat Id. Seorang muda
berpakaian kemeja batik dengan sopan menyapa Habibie dari belakang sambil berbisik, agar diperkenankan kelak membantu Habibie dalam Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI).
Load more