Jakarta - Mantan Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta Muhammad Taufik menegaskan belum menerima secara resmi surat pemecatan dari partai.
"Saya belum terima suratnya," kata Muhammad Taufik di Jakarta, Selasa (7/6/2022).
Dia bahkan mempertanyakan alasan pemecatan oleh Majelis Kehormatan Partai Gerindra. Menurut dia, majelis tidak punya kewenangan memecat, tetapi merekomendasikan hasil sidang kepada dewan pimpinan pusat.
"Majelis kehormatan bersidang, lalu merekomendasikan kepada DPP, tergantung pada DPP mau memecat atau tidak. Kalau saya dipecat suratnya dari DPP, bukan dari majelis kehormatan," katanya menegaskan.
Mantan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta itu mengakui Majelis Kehormatan Partai Gerindra pernah memanggilnya ketika mendoakan Anies Baswedan untuk naik kelas, dari gubernur menjadi presiden.
"Waktu itu posisi saya sebagai Ketua Umum KAHMI Jaya," ujarnya.
Hal itu, menurut dia, wajar-wajar saja karena Anies Baswedan merupakan anggota sekaligus kader Korps Alumni HMI.
"Yang saya lakukan kursi dari 6, lalu 15, sekarang 19, gubernur dua kali, saat ini Wagub dari Gerindra," katanya menegaskan.
Sebelumnya, sidang Majelis Kehormatan Partai Gerindra pada hari Selasa memutuskan memecat M. Taufik sebagai kader Partai Gerindra karena telah melanggar anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) partai.
"Sidang Majelis Kehormatan Partai Gerindra, ada lima orang sepakat memutuskan memecat saudara M.Taufik sebagai kader Partai Gerindra mulai keputusan ini disampaikan hari ini," kata Wakil Ketua Majelis Kehormatan Partai Gerindra Wihadi Wiyanto di Jakarta, Selasa (7/6/2022).
Ia menjelaskan bahwa sikap hukum MKP Gerindra terhadap M. Taufik bukan hanya karena adanya perbuatan dan pernyataan yang bersangkutan beberapa waktu lalu. Namun, ada rangkaian proses yang cukup panjang dari akumulasi kesalahan dan pelanggaran yang dilakukan mantan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta itu.
"Majelis Kehormatan Partai Gerindra memberikan rekomendasi kepada Ketua Dewan Pembina dan DPP Partai Gerindra untuk memberhentikan dan mencabut keanggotaan atas nama M. Taufik," ujarnya.
Pengawasan dan penilaian terhadap kinerja M. Taufik, kata dia, dimulai saat Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 sampai saat ini, misalnya yang bersangkutan saat itu sebagai unsur pimpinan DPD Partai Gerindra DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta, gagal dalam menjalankan amanah partai.
Menurut dia, M. Taufik gagal dalam menjalankan amanah partai terkait dengan kalahnya perolehan suara pasangan Prabowo-Sandi di DKI Jakarta pada Pilpres 2019. ant/prs
Load more