Ledakan SMAN 72 Jakarta Jadi Tamparan Keras, Pengamat: Lembaga Pendidikan Indonesia Darurat Bullying
- tvOnenews - Aldi Herlanda
tvOnenews.com - Insiden ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta menjadi perhatian bersama. Kasus ini masih dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh pihak kepolisian.
Dari insiden tersebut, puluhan siswa SMAN 72 Jakarta menjadi korban luka-luka akibat ledakan yang terjadi di masjid sebanyak tiga kali.
Suasana khidmat saat para siswa melakukan shalat jumat di masjid lingkungan sekolah berubah menjadi kepanikan.
Diduga pelaku dari kasus ini merupakan salah satu siswa dari sekolah tersebut yang dikabarkan kerap mengalami perundungan atau bullying.
Hal ini diduga menjadi dasar dari motif pelaku melakukan aksinya.
Berkaca dalam kasus ini, Pengamat Pendidikan, Satriawan Salim mengungkapkan kasus bullying di sekolah bukan hanya menjadi perhatian untuk BK saja, tetapi seluruh pihak yang terlibat.
“Saya pikir tidak di personalisasi hanya untuk BK ya, ini kewajiban untuk semua guru, kepala sekolah, pengawas, atau birokrat pendidikan, termasuk orang tua dan masyarakat,” ungkap Satriawan Salim pada program Apa Kabar Indonesia Malam, tvOne.
Menurutnya siapapun yang menjadi korban bully di sekolah harus berani untuk bersuara.
Sesuai dengan Permendikbud Ristek Nomor 46 tahun 2023, telah dibentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di satuan lembaga pendidikan (sekolah/madrasah) untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan.
- Istimewa
Tim ini untuk mempermudah anak atau siswa yang menjadi korban tindak kekerasan atau bullying di sekolah bisa melaporkan atau mendapatkan perlindungan.
Namun, apakah TPPK sudah eksis di sekolah di Indonesia?
Satriawan mengatakan saat peraturan tersebut baru saja dikeluarkan, semua sekolah sempat menerapkan TPPK, sayangnya kini mulai tidak terdengar eksistensinya.
“Saya berharap, hal-hal yang positif seperti ini terus dilanjutkan bahkan diperkuat,” ujarnya.
“Jadi kalau mereka (siswa) mendapatkan perlakuan bully bisa langsung melapor kepada TPPK, dan dijamin kerahasiaannya oleh TPPK,” sambungnya.
Selain menerima laporan dari siswa, TPPK juga bisa melakukan langkah seperti memberikan treatment.
Bahkan, jika kasusnya sudah mencapai tahap pidana, maka TPPK bisa melimpahkan kasusnya kepada pihak aparat penegak hukum.
Terlebih, kasus perundungan atau Bullying di sekolah kini sudah semakin marak, baik dalam bentuk fisik, verbal, maupun Cyber Bullying.
Pengamat pendidikan ini menilai kasus seperti itu tidak boleh dinormalisasi, sehingga harus memutus mata rantai yang sudah terbentuk.
“Jadi saya pikir kita orang dewasa, murid-murid, guru-guru tidak boleh menormalisasi hal itu. ‘Alah cemen kamu, digituin doang kok merasa tersinggung’. Bayangkan jika itu diakumulasi,” tegas Satriawan.
Oleh karena itu, Satriawan menegaskan Indonesia sudah memasuki darurat kasus bullying dan kekerasan di sekolah, baik kekerasan yang dilakukan oleh sesama siswa maupun orang dewasa.
“Saya pikir harus ada semacam, kalau dulu ada RAN PE tahun 2021. Kalau sekarang saya pikir harus ada juga rencana aksi nasional pencegahan dan penanganan kekerasan yang dikhususkan di pendidikan,” pungkasnya.
(kmr)
Load more