Perkumpulan Lintas Profesi Indonesia: Pembangunan Whoosh Harus Dilihat dari Perspektif Makroekonomi, Bukan Untung Rugi Semata
- tvOnenews - Abdul Gani Siregar
Jakarta, tvOnenews.com - Perkumpulan Lintas Profesi Indonesia (PLPI) memberikan tanggapan atas kritik mantan Calon Presiden 2024 Anies Baswedan terkait proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) yang disebut membebani rakyat, namun manfaatnya hanya dirasakan segelintir kalangan.
Melalui Helsa Fikriyah, Wakil Ketua Bidang Investasi, Instrumen, dan Pasar Modal, PLPI menegaskan bahwa kebijakan pembangunan infrastruktur tidak bisa dilihat dari neraca laba-rugi semata, melainkan dari manfaat ekonomi makro, efek berganda (multiplier effect), dan nilai strategis jangka panjang bagi perekonomian nasional.
“Makroekonomi bukan sekadar soal untung atau rugi, melainkan tentang bagaimana kepercayaan publik dan perputaran ekonomi bisa terjaga. Infrastruktur seperti Whoosh menciptakan efek domino terhadap lapangan kerja, industri pendukung, serta daya saing kota-kota yang terhubung,” kata Elsa, kepada wartawan, Minggu (9/11).
Menurut Helsa, pembangunan transportasi massal berkecepatan tinggi adalah simbol keberanian fiskal dalam mengubah arah ekonomi nasional menjadi lebih produktif dan efisien.
"Jika kita menilai proyek besar hanya dari sisi rugi laba, maka tidak akan pernah ada riset dan inovasi besar dalam sejarah,” ujarnya.
Ia mencontohkan, pemerintah Amerika Serikat juga pernah menghadapi kritik yang sama saat menggelontorkan miliaran dolar untuk membangun jaringan kereta cepat nasional.
“Proyek California High-Speed Rail yang menghubungkan San Francisco–Los Angeles misalnya, menelan biaya lebih dari USD 100 miliar, bahkan lebih tinggi dari biaya proyek Whoosh. Sampai kini pun proyek itu masih dikritik karena belum selesai. Tapi pemerintah AS tetap jalan terus karena mereka memahami konteks makro: menciptakan lapangan kerja, mengurangi emisi karbon, dan menghidupkan ekonomi lokal sepanjang jalur pembangunan,” tegas Helsa.
Hal serupa, kata Helsa, juga terjadi dalam program Amtrak Northeast Corridor di AS, yang menghubungkan Boston–New York–Washington D.C.
“Amtrak juga awalnya dianggap tidak efisien secara finansial. Tapi lihat sekarang: koridor itu menjadi tulang punggung mobilitas bisnis di Pantai Timur AS dan menggerakkan triliunan dolar ekonomi regional setiap tahunnya,” imbuhnya.
Helsa, menegaskan bahwa dalam konteks ekonomi makro, pembangunan infrastruktur seperti Whoosh harus dilihat sebagai instrumen untuk meningkatkan kepercayaan publik dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
“Proyek besar seperti ini menciptakan ribuan pekerjaan baru, mendorong konsumsi masyarakat sekitar, meningkatkan konektivitas logistik, dan menstimulasi pertumbuhan kawasan. Semua itu adalah elemen penting dalam menjaga kepercayaan terhadap kemampuan fiskal dan produktivitas negara,” katanya.
Selain aspek ekonomi, transportasi massal juga membawa dampak sosial dan lingkungan yang signifikan.
“Whoosh membantu menurunkan emisi karbon dengan mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi. Itu selaras dengan tren global menuju green economy. Jadi kalau kita melihat proyek ini hanya dari laporan keuangan, maka kita kehilangan konteks besar pembangunan berkelanjutan,” ungkap Elsa.
Helsa, menegaskan bahwa PLPI menghargai setiap kritik sebagai bagian dari demokrasi dan kontrol sosial, namun mengimbau agar diskursus publik lebih berbasis literasi ekonomi dan data, bukan sekadar sentimen politik.
“Kritik harus tetap ada, tapi mari kita jaga agar diskusi publik tidak mematikan semangat inovasi. PLPI mendorong agar semua pihak — baik pemerintah maupun masyarakat — terus berkolaborasi memastikan setiap rupiah dari uang rakyat kembali dalam bentuk manfaat nyata bagi seluruh rakyat, dari Sabang sampai Merauke,” tegasnya.
Sebagai organisasi yang menaungi lintas profesi — mulai dari akademisi, ekonom, pengusaha, hingga tenaga profesional — PLPI menegaskan komitmennya untuk menjadi jembatan antara kebijakan dan masyarakat, menciptakan ruang dialog konstruktif, dan memperkuat literasi kebijakan publik di tengah masyarakat.
“Kebijakan pembangunan bukanlah soal siapa yang menang atau kalah secara politik, tapi bagaimana bangsa ini bisa terus bergera maju. Kita belajar dari negara-negara besar: mereka menjadi kuat karena berani berinvestasi jangka panjang, meskipun awalnya tampak merugi,” tutup Helsa.
Load more