Kemenperin Tegaskan Tak Semua Impor Tekstil Wajib Pertek, Luruskan Isu PHK Massal
- Pixabay/Rhugved_Kandpile
Jakarta, tvOnenews.com – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan bahwa tidak semua impor tekstil dan produk tekstil (TPT) memerlukan pertimbangan teknis (pertek) dari pihaknya. Penjelasan ini disampaikan untuk meluruskan opini publik yang menyebut Kemenperin sebagai penyebab maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor tekstil akibat lemahnya tata niaga impor.
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, menjelaskan total kode HS industri TPT dari hulu hingga hilir mencapai 1.332 pos tarif. Dari jumlah tersebut, sebanyak 941 HS atau 70,65 persen termasuk kategori larangan terbatas (lartas) yang wajib mendapatkan persetujuan impor (PI) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) serta pertek dari Kemenperin sesuai Permendag Nomor 17 Tahun 2025.
“Tidak semua impor TPT membutuhkan pertek. Angka yang terlihat rendah justru menunjukkan selektivitas pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan industri dan perlindungan produk dalam negeri,” ujar Febri di Jakarta, Kamis (25/9/2025).
Perubahan Regulasi dan Mekanisme Baru
Sebelumnya, berdasarkan Permendag Nomor 8 Tahun 2024, hanya 593 HS atau 44,51 persen yang diatur perteknya oleh Kemenperin. Kenaikan jumlah HS yang kini diawasi menunjukkan adanya upaya pengendalian yang lebih ketat terhadap masuknya produk impor.
Febri menekankan, banjirnya produk impor justru terjadi ketika banyak kode HS TPT tidak terkena lartas, laporan surveyor (LS), maupun PI. Oleh karena itu, tidak tepat jika Kemenperin disalahkan atas masuknya produk impor berlebih.
Ia juga menyebut, gap antara data Badan Pusat Statistik (BPS) dengan pertek tidak bisa serta-merta dikaitkan dengan kebijakan Kemenperin. Pasalnya, barang impor bisa masuk melalui kawasan berikat, impor borongan, maupun jalur ilegal yang tidak memerlukan pertek.
Dari VKI ke Pertek
Sejak 2017 hingga 2022, alokasi impor TPT dilakukan melalui mekanisme verifikasi kebutuhan industri (VKI) berdasarkan data tahunan Kemenperin dan rakortas tingkat menteri di Kemenko Perekonomian. Namun pada Juli 2022, mekanisme berganti melalui Permenperin 36/2022 yang mengatur penerbitan PI TPT berbasis VKI.
Tahun 2023, misalnya, data VKI menunjukkan volume serat dan benang yang disetujui justru lebih besar dibanding angka impor versi BPS. Namun memasuki 2024, pemerintah memperbaiki mekanisme dengan menerbitkan Permenperin 5/2024, yang mengatur PI TPT berdasarkan pertek Kemenperin dengan masa berlaku per tahun takwim.
Pada periode ini, jumlah perusahaan yang disetujui mencapai 542, dengan porsi pertek serat 19,3 persen dari total impor BPS dan benang 43,7 persen. Menurut Febri, hal ini menunjukkan adanya perbaikan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Perluasan Wewenang Hingga Hilir
Sejak Agustus 2025, Kemenperin resmi melaksanakan pengaturan pertek impor pakaian jadi. Dengan demikian, seluruh rantai TPT mulai dari hulu hingga hilir kini berada dalam satu koridor pengaturan yang jelas.
“Kemenperin memastikan mekanisme impor TPT dijalankan secara konsisten, transparan, dan akuntabel,” tegas Febri.
Ajak Publik Awasi
Febri juga mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengawasan. Jika ada informasi atau bukti dugaan kecurangan dalam penerbitan pertek impor TPT, ia meminta publik menyerahkannya ke Kemenperin agar bisa ditindaklanjuti.
“Kalau tuduhan itu terbukti, maka akan jadi dasar untuk membersihkan internal Kemenperin dari praktik curang,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menekankan seluruh mekanisme tetap mengacu pada Permendag dengan sejumlah pengecualian, termasuk untuk kawasan berikat (KB), gudang berikat (GB), kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB), hingga kemudahan impor tujuan ekspor (KITE).
Dengan sistem pengaturan yang semakin ketat, Kemenperin berharap industri TPT nasional bisa tetap terlindungi sekaligus memastikan kebutuhan bahan baku terpenuhi. (ant/nsp)
Load more