Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Hilman Latief Dipanggil KPK Terkait Kasus Korupsi Haji
- Henri Lukmanul Hakim/ Media Center Haji 2024
Jakarta, tvOnenews.com - Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) Hilman Latief dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hilman Latief dipanggil KPK sebagai saksi kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kemenag tahun 2023-2024.
Pemanggilan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah tersebut diungkap langsung oleh Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, di Jakarta, pada Kamis (18/9/2025).
"Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama HL, Dirjen PHU Kemenag periode Oktober 2021 sampai sekarang," ujarnya.
- Antara
Selain itu, KPK juga memanggil mantan Kepala Kantor Urusan Haji Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, Arab Saudi, berinisial NJ. Ia juga dipanggil KPK sebagai saksi kasus korupsi kuota haji tersebut.
NJ adalah Nasrullah Jasam. Berdasarkan catatan KPK, Nasrullah Jasam telah tiba di KPK pukul 08.48 WIB, sedangkan Hilman Latief pada pukul 10.22 WIB.
Sebelumnya, KPK mulai penyidikan perkara dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kemenag pada 9 Agustus 2025.
Pengumuman dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam penyelidikan kasus tersebut pada 7 Agustus 2025.
Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus kuota haji tersebut.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan pihaknya telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.
Poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler. (ant)
Load more