Terungkap Sudah Desas-desus Alasan Soeharto Tak Diculik di Tragedi G30S PKI, sementara Jenderal Lain Meregang Nyawa
- Wikipedia
Pembentukan Dewan Jenderal diyakini sangat condong ke Amerika Serikat yang lebih suka paham kapitalis. Tak heran mereka ingin mengkudeta Presiden ke-1 RI.
Beruntungnya Soekarno masih memiliki perwira militer yang setia, sehingga mereka berupaya menggagalkan tujuan Dewan Jenderal.
Ada lima perwira militer yang didukung Kepala Biro Chusus (BC) PKI, Sjam Kamaruzaman.
Mereka adalah sosok Letkol Untung, Komandan Batalion Pasukan Pengawal Presiden Cakrabirawa, Komandan Garnisun Kodam Jaya, Kolonel Abdul Latief, serta Komandan Resimen Pasukan Pertahanan Pangkalan di Halim, Mayor Sujono.
Pada akhirnya mereka menjadi simpatisan PKI, bahkan sudah punya upaya melakukan penculikan para jenderal untuk dibawa ke hadapan Presiden Soekarno.
Alih-alih sukses, rencana penculikan mengalami kegagalan karena para jenderal terbunuh. Ini menunjukkan persiapan menculik mereka tidak sempurna.
Pertanyaannya ke mana Soeharto saat itu?
Merujuk dari buku Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan, dan Petualang (2010) karya Julius Pour, Kolonel Abdul Latief pun memberikan kesaksian kenapa sang Pangkostrad tidak diculik simpatisan pro PKI.
"Karena kami anggap Jenderal Soeharto loyalis Bung Karno, maka tidak kami jadikan sasaran," ungkap Kolonel Abdul Latief.
Apalagi, sebelum penculikan berlangsung, Abdul Latief melaporkan rencana ini lantaran Soeharto sudah mengisi posisi sebagai Pangkostrad.
Nahasnya Pangdam Jaya Mayjen Umar Wirahadikusumah dan Pangdam Brawijaya Mayjen Jenderal Basoeki Rachmat tidak menjawab laporan terkait langkah dari Latief.
Latief semakin was-was Dewan Jenderal akan dikudeta mengingat rencana ini sudah tercium olehnya.
Latief berspekulasi informasi tujuan pencegahan kudeta oleh Dewan Jenderal juga tidak ditanggapi serius oleh Soeharto.
Dalam wawancara dengan Der Spiegel pada 19 Juni 1970, Soeharto tidak bisa membantah sebelum insiden G30S PKI, ia bersua dengan Kolonel Abdul Latief.
Pertemuan antara Soeharto dan Latief berlangsung di RSPAD Gatot Subroto pada 30 September 1965 malam.
Merujuk dari otobiografi Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (1988), Soeharto saat itu sedang merawat anak bungsunya Hutomo Mandala Putra biasa disebut Tommy.
Soeharto pun mengungkapkan bahwa, dirinya tidak memperoleh informasi apa pun saat ditemui karena tak melakukan interaksi dengan Latief.
Load more