DN Aidit Didor Tanpa Ampun, Diberi Waktu Sampaikan Pesan Terakhir Pemimpin PKI ini Malah Bicara dengan Berteriak…
- Istimewa
tvOnenews.com - Nama DN Aidit atau Dipa Nusantara Aidit cukup dikenal sebagai tokoh utama Partai Komunis Indonesia (PKI) sekaligus salah satu figur dalam tragedi G30S PKI.
Banyak pihak yang menudingnya sebagai dalang tragedi berdarah itu, meski ada juga yang menilai PKI hanya dijadikan kambing hitam.
Sebagai pemimpin PKI, Aidit memberikan pengaruh besar dan memiliki kedekatan dengan Presiden Soekarno.
Di bawah kepemimpinannya, PKI sempat meraih kesuksesan yang menimbulkan kecemburuan, terutama dari Angkatan Darat.
Isu adanya “Dewan Jenderal” yang disebut berencana menggulingkan Soekarno diduga memicu terjadinya G30S PKI, meski keberadaan dewan itu hingga kini masih misterius.
Dilansir dari buku Kematian DN Aidit dan Kejatuhan PKI (2016) karya Peter Kasenda, Aidit memimpin badan rahasia bernama Biro Chusus (BC) PKI yang berfungsi mengumpulkan informasi dari perwira militer simpatisan.
Dalam buku tersebut, dijelaskan peristiwa pada malam 30 September 1965, Aidit tengah berada di rumah bersama keluarganya.
Kemudian didatangi dua orang berseragam militer biru dengan sebuah mobil Jeep di depan rumahnya. Istrinya, Soetanti, membentak mereka yang ada di depan pintu.
"Ini sudah malam!" kata Soetanti.
"Maaf, tapi ini darurat. Kami harus segera!" jawab mereka.
Setelah sempat menemui tamunya, DN Aidit kembali ke kamar untuk mengambil pakaian dan beberapa buku.
- Kemendikbud
Meski istrinya, Soetanti, sempat melarang, Aidit tetap berpamitan dengan mencium kening istri dan anaknya yang masih berusia enam tahun.
Mayor (Udara) Soejono kemudian mengaku sebagai orang yang menjemput Aidit malam itu. Awalnya, ia dibawa ke rumah dinas Menteri/Panglima Angkatan Udara Laksdya Omar Dhani di Wisma Angkasa, Kebayoran Baru. Karena Omar tidak ada, Aidit dipindahkan ke rumah mertua Omar, lalu ke rumah seorang bintara AU di Kompleks Halim Perdanakusuma. Saat penculikan dan pembunuhan para jenderal berlangsung, Aidit dikabarkan hanya berdiam diri di sana.
Menjelang pagi, ketika operasi dianggap gagal, Aidit dibawa ke Pangkalan Udara Halim atas perintah Omar Dhani untuk diterbangkan ke Yogyakarta.
Sebelum berangkat, ia menyerahkan mandat kepemimpinan PKI kepada Sudisman, Wakil Ketua III.
Di Yogyakarta, Aidit berusaha menjelaskan situasi kepada pimpinan PKI daerah, kemudian melanjutkan perjalanan ke Semarang, Boyolali, dan Solo untuk melakukan konsolidasi.
Namun, di berbagai tempat itu ia justru mendapat kecaman terkait peristiwa di Jakarta.
Pada 6 Oktober, Aidit menulis surat kepada Presiden Soekarno dari Blitar. Ia mengklaim telah dijemput oleh orang-orang berseragam Cakrabirawa dengan alasan menghadiri rapat kabinet, namun malah dibawa ke lokasi lain.
Menurut mereka, tindakan terhadap para jenderal dilakukan dengan restu Soekarno.
Seiring berjalannya waktu, Aidit menyadari bahwa Angkatan Darat di bawah kendali Mayjen Soeharto sedang memburu tokoh-tokoh PKI.
Ia pun tidak kembali ke Jakarta, melainkan berusaha menenangkan situasi di Jawa Timur.
- Istimewa
Dalam surat terakhirnya pada 10 November, Aidit menyebut kemungkinan mencari perlindungan ke Tiongkok.
Namun rencananya gagal. Ia tertangkap dan akhirnya dibawa ke Boyolali pada 22 November 1965.
"Saya adalah satu-satunya orang yang memikul tanggung jawab paling besar dalam peristiwa G30S yang gagal dan yang didukung oleh anggota-anggota PKI yang lain dan organisasi massa di bawah PKI," kata DN Aidit dalam surat pemeriksaan yang ditandatanganinya.
Ia kemudian dibawa oleh Kolonel Jasir Hadibroto ke markas Batalion Infanteri 444. Adapun Jasir hendak menghabisi DN Aidit.
"Ada sumur?" tanyanya.
Di tepi sebuah sumur tua, DN Aidit dipersilakan mengucapkan pesan terakhir. Namun DM Aidit malah berpidato berapi-api yang membuat Jasir kesal.
"DN Aidit berteriak kepada saya, daripada saya ditangkap, lebih baik kalian bunuh saja. Saya sih, sebagai prajurit yang patuh dan penurut, langsung memenuhi permintaannya. Karena dia minta ditembak, ya saya kasih tembakan," ujar Jasir dalam wawancara dengan Suara Pembaharuan pada September 1998.
DN Aidit pun berakhir ditembak mati oleh Jasir.
(abs/kmr)
Load more