Fenomena Parkir Liar di M Bloc Space: Banyak Aparat Berjaga, Tapi Semua Pilih Tutup Mata
- tvOnenews/Rika Pangesti
Jakarta, tvOnenews.com – Di tengah geliat budaya dan kreativitas anak muda di kawasan M Bloc Space, Blok M, Jakarta Selatan, terselip ironi yang mencolok.
Taman Literasi Martha Christina Tiahahu yang seharusnya menjadi ruang publik ramah pejalan kaki, justru disulap menjadi lahan parkir liar. Mobil-mobil berjajar di atas trotoar, menghalangi akses pejalan kaki yang harus turun ke jalanan.
Yang membuat miris, di sisi trotoar yang sama, tampak gagah dua mobil Satpol PP berjaga. Di sekitarnya, juga terlihat petugas Dinas Perhubungan hingga Polisi Militer (Pom) TNI. Lengkap. Namun meski aparat hadir, parkir liar tetap eksis seperti tanpa halangan. Tak ada teguran. Tak ada tindakan. Hanya diam.
Saat tim tvOnenews.com mencoba mengonfirmasi alasan pembiaran tersebut, para petugas menyebut bahwa penertiban parkir liar bukanlah tanggung jawab mereka.
"Kami cuma jaga pintu masuk jalur Transjakarta biar nggak terhalang mobil-mobil yang parkir liar. Soal yang di trotoar itu, bukan urusan kami," ujar salah satu petugas, singkat.
Trotoar Jadi Lahan Bisnis
Fenomena ini tidak berdiri sendiri. Berdasarkan informasi yang dihimpun tvOnenews.com, praktik parkir liar di kawasan tersebut bukan sekadar pelanggaran lalu lintas biasa, melainkan sudah jadi semacam bisnis terselubung.
- tvOnenews/Rika Pangesti
Juru parkir yang beroperasi di atas trotoar diketahui menyetorkan sejumlah uang hasil pungutan parkir kepada seorang atasan yang diduga berasal dari organisasi masyarakat (ormas) Pemuda Pancasila.
Lebih jauh lagi, ormas ini pun disebut-sebut memiliki 'jalur setoran' ke salah satu lembaga pemerintahan.
Inilah yang diduga menjadi penyebab mengapa aparat enggan bertindak tegas. Ada rasa sungkan, atau mungkin takut melawan pihak yang memiliki 'bekingan' kuat di balik layar.
"Kami Bukan Parkir Liar"
Ketika dikonfirmasi, salah satu juru parkir di atas trotoar, dengan percaya diri menolak disebut sebagai pelaku parkir liar.
"Kami bukan parkir liar. Kami ada surat resmi dari DKI,” ujarnya.
Namun, ketika ditanya lebih lanjut soal surat tersebut dan keabsahannya, sang juru parkir enggan menunjukkan. Ia menyarankan agar berurusan lebih lanjut dengan 'atasannya'.
Ia justru menceritakan bahwa sempat tidak bekerja selama dua pekan saat ada penindakan premanisme, pungli, dan parkir liar atau Operasi Berantas Jaya dari Polda Metro Jaya pada April lalu.
"Waktu itu memang sempat libur. Operasi gede. Tapi habis itu, balik lagi seperti biasa," tuturnya.
Mata Publik yang Lelah Melihat
Di sisi lain, masyarakat yang melintasi kawasan ini tak bisa berbuat banyak. Trotoar yang seharusnya menjadi hak pejalan kaki, justru diokupasi oleh kendaraan.
Anak kecil yang baru keluar dari taman harus turun ke badan jalan, beradu dengan kendaraan yang melintas. Potret ketidakteraturan yang menormalisasi pelanggaran.
- tvOnenews/Rika Pangesti
“Dari dulu memang begini terus. Trotoar bukan buat orang jalan, tapi buat mobil parkir,” keluh seorang warga yang rutin melintasi kawasan tersebut.
Ketika Aparat Diam, Siapa yang Harus Bertindak?
Fenomena ini mengundang tanya besar: untuk siapa sebenarnya aparat penegak hukum berdiri di sana? Jika pelanggaran di depan mata saja diabaikan, apakah publik masih bisa berharap pada ketegasan hukum?
Parkir liar mungkin terlihat sepele bagi sebagian orang. Tapi ketika pelanggaran dibiarkan atas dasar "bukan tanggung jawab saya", atau karena adanya relasi kuasa yang lebih tinggi, maka benih-benih ketidakadilan dan ketidaktertiban mulai tumbuh subur di ruang kota.
Kawasan M Bloc Space yang digadang-gadang sebagai ruang kreatif anak muda kini menyimpan ironi: kreatif dalam membangun budaya, tapi juga kreatif dalam mencari celah untuk melanggar hukum.
Dan yang paling menyedihkan, pelanggaran itu justru dilindungi oleh diamnya mereka yang seharusnya menegakkan aturan. (rpi/nba)
Load more