Kajian Umi Cinta Dicurigai Menyimpang, Sosiolog Ungkap Pandangan Orang Indonesia Terhadap Aliran Sesat: Mereka Ingin Cari…
- Youtube tvOne & TikTok Metropolitan.id
tvOnenews.com - Sebuah kajian yang dipimpin Umi Cinta atau Putri Yeni ramai dibicarakan setelah dicurigai merupakan kajian dengan aliran menyimpang.
Kajian Umi Cinta yang digelar di kediamannya, Perumahan Dukuh Zamrud, Kelurahan Cimuning, Kecamatan Mustikajaya, Bekasi sampai viral di media sosial.
Viralnya kajian Umi Cinta berawal dari anggapan bahwa kegiatan tersebut menjanjikan ‘tiket masuk surga’ kepada para jemaatnya dengan syarat membayar infaq sebesar Rp1 juta.
Kegiatan yang berlangsung setiap akhir pekan ini cukup meresahkan warga sekitar karena beberapa faktor, seperti keamanan lingkungan dan belum mengantongi izin.
Informasi serta keresahan tersebut membuat kajian Umi Cinta dicurigai sebagai aliran menyimpang.
Kabar tersebut telah dibantahkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi.
Dalam keterangannya, MUI Kota Bekasi menegaskan bahwa pengajian yang dipimpin oleh Umi Cinta tidak melenceng dari ajaran Islam.
“Pengajian tersebut tidak ada indikasi melenceng dari ajaran Islam. Saya ulangi, pengajian tersebut tidak ada indikasi melenceng dari ajaran Islam,” ujar Ketua MUI Bekasi, Saifuddin Siroj, pada Kamis (14/8/2025).
- Kolase tvOnenews.com/ Tim tvOne/ tangkapan layar instagram jabodetabekterkini
Berkaca dari kasus tersebut, tak sedikit orang khususnya di Indonesia yang masih percaya dengan adanya aliran sesat atau ajaran keagamaan yang menyimpang.
Lantas, apa alasan masyarakat Indonesia masih ada yang percaya dengan hal tersebut?
Dalam wawancara dalam program Apa Kabar Indonesia Malam, tvOne, seorang Sosiolog, Yuanita Apriliandini mengungkapkan bahwa Masyarakat Indonesia memiliki karakter yang religius dan percaya akan keberadaan Tuhan serta indikatornya.
Hampir semua agama di Indonesia meyakini konsep adanya surga dan neraka, semua ajaran bertujuan untuk mendapatkan surga.
Dibalik religiusitas itu, terdapat cara-cara ‘jalan pintas’ dalam mendapatkan surga. Jadi ritual yang seharusnya bersifat ‘Sakral’ justru dibuat komersial.
“Jadi transaksional, misalnya seseorang mau masuk surga tapi ada transaksi ekonominya. Atau mungkin menggalakkan infaq atau shodaqoh. Tapi kesannya wajib, bukan sukarela,” ungkap Sosiolog, Yuanita Apriliandini pada tayangan Apa Kabar Indonesia Malam, tvOne.
“Sesuatu yang tadinya sakral menjadi transaksional, itu juga ciri dari masyarakat yang disatu sisi religiusitasnya tinggi, tapi dia terpapar dengan sistem ekonomi itu,” sambungnya.
Load more