Aturan Baru Transportasi Online Disiapkan Kemenhub, Mampukah Jawab Harapan 7 Juta Driver Ojol?
- Antara
Jakarta, tvOnenews.com – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah menyiapkan aturan baru untuk transportasi online, terutama untuk mengatur ekosistem ojek online (ojol) yang melibatkan lebih dari 7 juta mitra pengemudi di seluruh Indonesia. Aturan ini disebut-sebut akan menjadi dasar hukum yang lebih adil dan berkelanjutan bagi semua pihak, baik pengemudi, aplikator, maupun konsumen.
Langkah awal dimulai dengan Focus Group Discussion (FGD) yang digelar oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, mengangkat tema “Transportasi Online yang Adil dan Berkelanjutan”. Diskusi tersebut menghadirkan berbagai pihak, mulai dari pengemudi ojol, perwakilan perusahaan aplikasi, praktisi hukum, analis kebijakan transportasi, hingga ekonom.
“Forum ini bukan forum untuk memutuskan, tetapi untuk menyerap data dan informasi sebagai dasar pengambilan kebijakan,” ujar Dirjen Perhubungan Darat, Aan Suhanan, Jumat (25/7/2025).
Regulasi Baru Butuh Kolaborasi Banyak Pihak
Aan menegaskan bahwa pengaturan transportasi online tidak bisa dilakukan oleh satu kementerian saja. Dibutuhkan koordinasi dengan Kementerian Kominfo yang menangani aspek platform digital, serta Kementerian Ketenagakerjaan yang membahas perlindungan tenaga kerja dan skema hubungan kerja para mitra driver.
Menurut pengamat kebijakan transportasi Azas Tigor Nainggolan, regulasi yang solid dibutuhkan untuk menciptakan transportasi online yang benar-benar adil. “Perlu ada pengaturan hukum yang menyeluruh—dari legalitas sepeda motor sebagai alat transportasi umum, struktur bisnis aplikator, hingga hubungan kemitraan antara perusahaan dan pengemudi,” tegasnya.
Harapan Mitra Ojol: Perjanjian Kemitraan yang Adil
Salah satu mitra pengemudi, Reymon Dwi Kusnadi, menyampaikan harapannya agar aturan baru mencakup kejelasan hukum dalam perjanjian kemitraan. Ia menilai perlu ada perlindungan hukum bagi driver yang bekerja penuh waktu agar mendapatkan penghidupan yang layak dan stabil.
Di sisi lain, pihak perusahaan aplikasi menyatakan bahwa potongan komisi yang berlaku saat ini sudah berada di titik ideal. Biaya potongan disebut digunakan untuk pemeliharaan teknologi, operasional aplikasi, hingga subsidi promo untuk menarik konsumen.
Komisi 20% Dianggap Ideal oleh Banyak Driver
Menurut komunitas driver seperti Kaliber (Kalibata Bersatu), sistem komisi 20% untuk aplikator dan 80% untuk driver dinilai sudah adil. Roy Adjab, perwakilan Kaliber, menyebut bahwa mayoritas mitra aktif menerima skema tersebut karena ada berbagai benefit tambahan yang disediakan aplikator.
“Angka 20% itu mencakup penyusutan kendaraan, dan diganti dalam bentuk diskon servis motor, pulsa, hingga makanan,” kata Roy. Ia juga menegaskan bahwa komisi 10% yang dituntut sebagian kecil driver justru tidak sebanding dengan layanan atau manfaat yang didapatkan.
“Potongan kecil belum tentu bikin driver sejahtera. Faktanya, benefit-nya juga berkurang. Itu tidak adil secara jangka panjang,” imbuhnya.
FGDs Masih Panas: Ketegangan Antar Komunitas Driver
Diskusi yang digelar Kamis siang sempat memanas akibat ketidakhadiran perwakilan pengemudi mobil (R4), yang merasa tidak diundang. Padahal, menurut Roy, forum kali ini memang khusus membahas pengemudi roda dua (R2), yang secara aturan berbeda dan sudah diatur dalam UU Lalu Lintas.
Roy juga menyampaikan bahwa banyak komunitas driver belum bisa diwakili seluruhnya dalam satu forum karena jumlah mereka sangat besar. “Dari Gojek saja ada ribuan komunitas se-Jabodetabek, belum lagi yang campuran,” ujarnya.
Akankah Regulasi Baru Menjawab Harapan?
Dengan banyaknya masukan, baik dari pengemudi maupun aplikator, publik kini menantikan langkah konkret dari Kemenhub. Akankah aturan resmi transportasi online yang sedang digodok ini benar-benar mampu menjawab tantangan dan harapan jutaan driver ojol?
Yang pasti, regulasi baru ini akan menjadi tonggak penting dalam tata kelola transportasi digital Indonesia, yang terus berkembang pesat dalam ekosistem gig economy nasional. (nsp)
Load more