Pacu Jalur Riau Mendunia, Tren Aura Farming Ternyata Punya Makna Mendalam!
- Kemenparekraf
Jakarta, tvOnenews.com - Tradisi Pacu Jalur dari Riau mendadak menjadi perbincangan internasional setelah video bocah pendayung yang menari di ujung perahu panjang viral di media sosial, terutama TikTok.
Aksi yang awalnya dianggap lucu dan unik itu ternyata melahirkan sebuah tren baru: Aura Farming. Tapi tahukah kamu, bahwa gerakan itu lebih dari sekadar gaya—ia menyimpan makna dalam tentang kepercayaan diri, keseimbangan, dan filosofi budaya?
Pacu Jalur: Warisan Budaya Riau yang Mendunia
Pacu Jalur bukanlah tradisi baru. Perlombaan perahu panjang ini telah ada sejak abad ke-17 di Sungai Kuantan, Riau. Awalnya digunakan sebagai alat transportasi air, perahu atau “jalur” ini kemudian dijadikan perlombaan untuk memperingati hari besar Islam hingga akhirnya menjadi agenda tahunan menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Setiap perahu, atau jalur, sepanjang 40 meter diawaki oleh 50–60 orang pendayung. Tapi yang paling mencuri perhatian adalah posisi di ujung perahu: Anak Coki, yang biasanya diisi oleh anak-anak kecil. Tugas mereka? Menari, melompat, dan menjaga keseimbangan jalur agar tidak oleng saat melaju cepat di sungai.
Viralnya Bocah Penari dan Lahirnya Tren Aura Farming
Aksi lincah Anak Coki yang menari santai di tengah teriakan penonton dan perahu yang melaju kencang, menciptakan kesan tenang tapi kuat. Gestur tubuh mereka begitu percaya diri, seolah tanpa usaha, tapi mampu menyihir jutaan penonton. Inilah yang kemudian disebut netizen sebagai “Aura Farming”—yakni memancarkan aura keren tanpa terlihat sedang berusaha.
Tren ini menyebar luas. Bahkan sejumlah pemain sepak bola kenamaan dunia ikut menirukan gerakan khas ini sebagai gaya selebrasi gol, lengkap dengan pose seimbang dan gerak lambat penuh percaya diri. Video-video Pacu Jalur ditonton jutaan kali, dibagikan ulang oleh klub olahraga luar negeri, hingga membuat tradisi ini menembus batas dunia.
Makna Sebenarnya Aura Farming: Bukan Sekadar Gaya
Istilah Aura Farming pertama kali populer di TikTok sekitar akhir 2024, berangkat dari konsep Gen Z yang ingin memproyeksikan kesan “tanpa usaha” tapi tetap terlihat keren dan berkarisma. Dalam dunia game, “farming” berarti mengumpulkan poin atau level dengan usaha berulang, namun di konteks sosial media, aura farming berarti mengumpulkan "poin aura"—yaitu kesan hebat, percaya diri, dan santai—yang membuat orang lain kagum.
Gerakan Anak Coki yang tampak luwes dan spontan justru jadi simbol puncak aura farming. Mereka tidak berpura-pura; mereka alami, otentik, dan harmonis dengan budaya yang mereka jalani. Itulah sebabnya publik dunia merasa terhubung.
Namun, perlu dicatat bahwa aura farming akan kehilangan maknanya ketika seseorang terlihat terlalu berusaha untuk tampak keren. Gen Z sangat menghargai keaslian. Dan itulah esensi dari gerakan ini: bukan tampil sempurna, tapi tampil asli.
Aura Farming dan Pacu Jalur: Simbol Budaya yang Naik Level
Fenomena viral Pacu Jalur dan aura farming menjadi bukti bahwa tradisi lokal bisa hidup, relevan, dan mendunia. Pemerintah Provinsi Riau pun menjadikan Pacu Jalur sebagai agenda pariwisata tahunan yang digelar di Tepian Narosa, Teluk Kuantan. Tahun ini, festival akan berlangsung 20–24 Agustus 2025 dengan tema “Pacu Jalur Mendunia, UMKM Semakin Jaya”.
Tak hanya lomba perahu, festival ini juga memamerkan seni tradisional, musik daerah, kuliner khas, hingga pameran UMKM. Dan kini, berkat TikTok dan kekuatan budaya otentik, Pacu Jalur bukan hanya tentang lomba perahu—ia telah menjadi identitas, simbol kebanggaan, dan inspirasi global. (nsp)
Load more