Harga Minyak Meroket Usai AS Serang Iran, Pemerintah Diminta Waspada Lonjakan Beban APBN
- Antara
Jakarta, tvOnenews.com - Harga minyak global melonjak usai Amerika Serikat (AS) membantu Israel menyerang Iran. Pada Senin (23/6/2025), harga minyak melonjak hingga mendekati 80 dolar AS per barel.
Terkait hal ini, anggota Komisi XI DPR, Bertu Merlas, meminta pemerintah mengantisipasi dampak konflik Timur Tengah yang melibatkan Israel, Iran, dan AS.
Termasuk, waspada terhadap lonjakan beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) akibat naiknya harga migas dunia.
“Kenaikan harga minyak dunia sudah pasti akan menambah beban berat APBN kita, terutama untuk pos subsidi BBM,” ujar Bertu dalam keterangannya, Senin (23/6/2025).
“Kami berharap pemerintah segera melakukan langkah antisipasi agar dampak perang Timur Tengah tidak kian melambatkan pertumbuhan ekonomi yang memang sudah melambat akhir-akhir ini,” sambungnya.
Dia mengungkapkan tahun ini pemerintah menganggarkan subsidi BBM sebesar Rp26,7 triliun. Jika terjadi lonjakan harga minyak dunia, maka dipastikan anggaran subsidi BBM juga akan membengkak.
“Peperangan yang terjadi ini akan berdampak pada negara-negara lain termasuk di Indonesia. Kami berharap pemerintah Indonesia harus segera mengantisipasi dampak ekonomi yang akan menambah beban APBN,” kata Bertu.
Politisi PKB ini mengatakan kenaikan harga minyak dunia juga akan berimbas pada industri dalam negeri.
Harga bahan baku, biaya produksi, hingga distribusi bakal meningkat. Kondisi ini bisa membuat tingkat daya beli masyarakat menurun.
“Kita semua berada di situasi global yang tidak menentu. Pemerintah harus bergerak untuk mengantisipasi dampak lanjutan dari peperangan ini,” kata dia.
Lebih jauh, dia menilai situasi pasar global yang mengalami ketidakpastian, hingga masih melemahnya nilai mata uang rupiah terhadap AS dikhawatirkan akan berdampak pada rantai pasokan ke Indonesia.
Apalagi jika Selat Hormuz ditutup oleh Iran. Selama ini selat Hormuz adalah jalur perdagangan maritim yang menjadi pintu gerbang Teluk Persia.
“Teluk ini merupakan jalur utama raja-raja minyak dan gas dunia seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Qatar, Irak, dan Kuwait dalam perdagangan minyak. Jika ini ditutup pasti akan memicu gejolak ekonomi luar biasa,” jelas Bertu.
Dia juga meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berkoordinasi dengan sektor terkait untuk melakukan langkah mitigasi dampak perang kepada perekonomian Indonesia tidak semakin meluas.
“Pemerintah harus segera bergerak untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat yang dikuatirkan akan menerima dampak dari adanya perang tersebut,” ujar dia.
“Kami minta masyarakat khususnya pelaku usaha kecil dan menengah diberikan pelatihan untuk berdaya dikala berada disituasi seperti ini,” pungkas Bertu. (saa/nba)
Load more