Presiden Prabowo Diharapkan Harus Segera Hentikan Proyek PIK 2, Ini Alasannya
- YouTube/Sekretariat Presiden
Jakarta, tvOnenews.com - Direktur Merah Putih Stratejik Institut (MPSI), Noor Azhari berharap Presiden Prabowo Subianto untuk segera menghentikan seluruh aktivitas proyek reklamasi Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) di pesisir Tangerang, Banten.
Menurutnya, proyek ini telah melahirkan penderitaan rakyat pesisir, penggusuran nelayan, dan perampasan laut oleh segelintir elite pemilik modal.
“Dulu para pejuang kemerdekaan mengusir penjajah dengan bambu runcing. Sekarang rakyat kita justru dijajah oleh bambu pagar laut. Ini ironi sejarah yang menyakitkan. Jangan sampai negara kalah oleh kekuasaan para taipan,” tegas Noor Azhari dalam keterangannya, Rabu (11/6/2025).
Dia juga menilai, proyek PIK 2 bukan hanya melanggar etika pembangunan berkelanjutan, tapi juga telah menciptakan krisis kemanusiaan dan ekologi di wilayah pesisir.
Ribuan nelayan yang dulu hidup dari laut kini terusir, akses laut dibatasi, dan ruang hidup mereka digantikan oleh pagar-pagar besi dan beton.
“Pesisir itu bukan milik swasta. Itu milik rakyat, milik bangsa. Mengapa justru pemilik modal yang diberi hak untuk mengkapling laut dan mengusir masyarakat? Proyek ini harus dihentikan total!” tegasnya.
Dia juga menyoroti acara penanaman mangrove baru-baru ini di kawasan reklamasi PIK 2, yang dihadiri oleh taipan besar seperti Aguan, purnawirawan jenderal A.M. Hendropriyono, dan sejumlah elit partai politik.
Dirinya mempertanyakan transparansi dan motif dari kegiatan tersebut.
“Tanam mangrove sambil merampas laut? Jangan main-main dengan simbol lingkungan. Apakah acara itu didanai oleh pengembang? Apakah semua pihak yang hadir sadar mereka sedang berdiri di atas penderitaan rakyat pesisir?," ujarnya.
Secara hukum, ia mengingatkan bahwa proyek reklamasi dan pemagaran laut seperti di PIK 2 berpotensi melanggar UU No. 27/2007 jo. UU No. 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Selain itu, proyek ini juga bisa melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi No. 3/PUU-VIII/2010 yang menegaskan hak nelayan tradisional sebagai bagian dari hak konstitusional warga negara.
“Ini bukan lagi soal tata ruang, ini sudah masuk wilayah pelanggaran hak asasi dan pengabaian keadilan ekologis. Negara tidak boleh tunduk pada beton dan konglomerat,” tegasnya.
Load more