Bahlil Bongkar Lifting Migas Merosot Tajam: Dulu 1,6 Juta Barel, Kini Tinggal 580 Ribu!
- Abdul Gani Siregar/tvOnenews.com
Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan kondisi memprihatinkan sektor migas nasional yang mengalami penurunan drastis dibanding era kejayaannya pada akhir 1990-an.
Dalam sambutannya di hadapan Presiden RI, Prabowo Subianto, pada acara pembukaan Indonesian Petroleum Association Convention and Exhibition (IPA Convex) 2025, Rabu (21/5/2025), Bahlil menyebut bahwa lifting migas Indonesia kini terjun bebas.
“Kalau dibandingkan dengan tahun 1996-1997, di saat kejayaan bangsa kita, lifting kita waktu itu kurang lebih sekitar 1,5 juta sampai 1,6 juta barel per hari. Konsumsi kita itu kurang lebih sekitar 500 ribu barel per hari, bahkan sempat 40 persen pendapatan negara kita itu tergantung dari oil and gas,” ujar Bahlil.
Namun kini, kondisi tersebut berbalik total. Dia menyebut di tahun 2024 saja lifting kurang lebih hanya sekitar 580 ribu barel, berbanding balik dengan konsumsi.
“Di tahun 2024, lifting kita kurang lebih sekitar 580 ribu barel dan konsumsi kita sekitar 1,6 juta barel. Dan impor kita setiap tahun untuk oil and gas menghabiskan kurang lebih sekitar US$35 miliar sampai dengan 40 miliar. Artinya, posisi di tahun 1996-1997 dengan 2024 sekarang berbanding terbalik,” lanjutnya.
Meski demikian, Bahlil tetap optimistis kondisi ini dapat diperbaiki. Ia mendukung penuh target Presiden Prabowo untuk meningkatkan lifting nasional menjadi 900 ribu hingga 1 juta barel per hari pada 2029-2030.
“Potensi migas kita dari 128 cekungan itu masih ada 68 cekungan yang belum diapa-apain. Nah sekaligus kami umumkan bahwa masih ada 60 wilayah kerja yang kita akan tenderkan pada waktu 2-3 tahun ke depan,” ujarnya.
“Nah 60 ini atas arahan Bapak Presiden, kami mohon arahan kalau memang bisa kita cepat laksanakan maka kita akan lakukan,” sambung dia.
Menurut Bahlil, sejumlah wilayah kerja lama seperti Selat Makassar dan Lapangan Kenop perlu segera dikembangkan ulang.
Ia juga menyoroti cadangan gas masif di wilayah Natuna yang mencapai 222 triliun kaki kubik (TCF), meskipun mengandung kadar CO₂ tinggi hingga 72 persen.
“Artinya apa? Cadangan kita masih cukup luar biasa, dan ini adalah peluang besar jika dikelola dengan baik,” tegasnya.
Load more