Ketua MUI Sebut Negara Sah Urus Zakat
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Ketua MUI Bidang Informasi dan Komunikasi, Masduki Baidlowi menyebut keterlibatan negara dalam pengelolaan zakat sangat sah dan penting.
Menurutnya, merujuk Fatwa MUI No. 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat, memperlihatkan pentingnya peran fasilitatif pemerintah dalam pembentukan Amil Zakat.
"Pemerintah dan masyarakat sama-sama menjalankan peran penting dalam pengelolaan zakat. Peran pemerintah tidak diabaikan. Partisipasi masyarakat tetap difasilitasi," kata dia dalam keterangannya, Sabtu (17/5/2025).
Ia menuturkan bahwa salah satu rujukan dalam konsideran fatwa tersebut adalah pendapat Ibnu Qosim dalam Kitab Fathul Qorib (Syarah Bajuri) yang menjelaskan definisi Amil yakni seseorang yang ditugaskan oleh imam (pemimpin negara) untuk mengumpulkan dan mendistribusikan harta zakat.
"Di sini, terbaca peran negara dalam pembentukan amil zakat," tuturnya.
Masduki menambahkan, keterlibatan negara dalam pengelolaan zakat merupakan rangka optimalisasi pencapaian tujuan kemasalahatan.
Salah satu kaidah fiqhiyah referensi konsideran Fatwa 8/2011 adalah Tasharruful imam 'alar Raiyyah Manuthun bil Mashlahah (Tindakan pemimpin atau pemegang otoritas terhadap rakyat harus mengikuti kemaslahatan).
"Relasi agama dan negara di Indonesia ini khas. Meskipun bukan negara agama, Indonesia bukan nagara yang meminggirkan urusan agama," ujarnya.
"Relasi agama dan negara bersifat simbiotik. Negara tidak masuk ke wilayah doktirin agama, tapi memfasilitasi tata kelola urusan agama," sambungnya.
Sehingga dalam hal ini, bahwa negara bukan mewajibkan zakat, namun karena zakat berdimensi publik, dapat mendukung pencapaian kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan dan negara mendukung, salah satunya dengan membentuk Baznas.
Seperti disebutkan dalam UU 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat, bahwa status Baznas adalah lembaga pemerintah nonstruktural, bersifat mandiri, dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Meski lembaga pemerintah, keanggotaan Baznas sebagian besar dari unsur masyarakat. Lembaga Amil Zakat ini juga terdiri sebelas orang anggota dan delapan di antaranya dari unsur masyarakat sementara tiga orang lainnya dari unsur pemerintah.
Anggota Baznas dari unsur masyarakat harus mendapat pertimbangan DPR, sebagai wakil rakyat, lalu dapat diusulkan Menteri Agama, untuk diangkat oleh Presiden.
Selain itu, partisipasi masyarakat difasilitasi dalam bentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Masyarakat dapat membentuk LAZ dengan izin menteri dan rekomendasi Baznas.
BAZNAS dan LAZ Sama-sama Harus Diaudit
Masduki menerangkan bahwa LAZ wajib membuat laporan teraudit berkala kepada Banzas, hal ini dalam kerangka koordinasi.
Sementara Baznas sendiri pun juga diwajibkan membuat laporan berkala ke Presiden sesuai jenjang masing-masing, dimulai di tingkat Kabupaten atau Kota, Provinsi hingga pusat.
Ketentuan audit syariah dan audit keuangan ini diatur dalam PP 14/2014 tentang Pelaksanaan UU Zakat.
"Jadi, ini telah ditata secara terlembaga dan sistematis. Bahwa ada beberapa bagian yang harus diperbaiki, tidak berarti dalam bentuk menghapus peran negara," ujar Masduki.
Partisipasi Masyarakat Kelola Zakat Meningkat
Masduki mengungkapkan, keterlibatan negara tidak menghambat peran masyarakat. Bahkan peran amil perorangan, seperti dijalankan para kiai di pesantren, atau takmir masjid, pada daerah terpencil yang belum terjangkau Baznas dan LAZ masih dapat difasilitasi.
"Syaratnya tidak berat. Hanya diminta memberitahukan secara tertulis ke Kepala KUA di tiap kecamatan," ungkapnya.
Sekedar informasi, sebelum UU 23/2011, tercatat baru ada 18 LAZ. Saat ini, dilaporkan sudah ada 181 LAZ berizin.
Terdiri dari 48 LAZ nasional, seperti Dompet Dhuafa, LAZ Muhammadiyah, dan LAZIS NU, kemudian ada 41 LAZ provinsi, dan 92 LAZ kabupaten/kota.
Dilaporkan pula, pengumpulan LAZ lebih tinggi dari pengumpulan Baznas secara nasional. Pada 2023 sendiri pengumpulan LAZ mencapai Rp6,5 triliun, sementara pengumpulan Bazbas sekitar Rp3,7 triliun. (aha/raa)
Load more