Tom Lembong Sangkal Langgar UU Perlindungan Petani: Petani Happy Jual Tebu di Atas HPP
- ANTARA
Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Tom Lembong, menanggapi tuduhan yang menyebutkan bahwa dirinya telah melanggar Undang-Undang Perlindungan Petani.
Dalam tanya jawab yang dilakukannya dengan mantan Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Perdagangan, Robert J. Indartyo, di persidangan.
Tom Lembong menegaskankebijakan yang keluarkannya justru menguntungkan para petani, bukan merugikan mereka.
“Tadi Pak Robert menjelaskan bahwa PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) kesulitan memenuhi target pengadaan 200 ribu ton gula dengan harga pembelian petani (HPP) sebesar Rp8.900 per kilogram, kan?” tanya Tom kepada Robert di persidangan lanjutan di PN Tipikor, Jakarta, Senin (24/3/2025).
Pertanyaan itu pun dibenarkan oleh Robert, yang dihadirkan sebagai saksi dari Kementerian Perdagangan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Robert juga menjelaskan bahwa, PPI tidak dapat memenuhi target karena petani lebih memilih mengikuti pelelangan gula di pasar dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga pemerintah.
Dengan demikian, PPI tidak perlu menjalankan fungsi sebagai penjamin harga gula agar tidak jatuh di bawah HPP Rp8.900.
“Berati petani sudah puas dengan asas “willing buyer willing seller”. Mereka dengan sukarela, tidak dipaksa melepas gula, tebu mereka di harga yang di atas harga yang dipatok,” ucap Tom.
Oleh karenanya, tuduhan bahwa dia melanggar UU Perlindungan Petani dapat disangkal.
Sebab, petani justru merasa senang dengan situasi pasar di masa kepemimpinannya sebagai Mendag (2015-2016).
“Harga patokan itu kan HPP. Jadi dipatok oleh mereka supaya melindungi petani. Tapi bahwa petani dengan mudah bisa menjual gula atau tebunya di atas harga itu, sampai PPI itu nggak kebagian. Berarti petani happy-happy saja, ya tidak ada masalah. Jadi jelas tidak ada pelanggaran UU Perlindungan Petani,” ujarnya.
Tom juga menanggapi tuduhan lain yang menyebutkan bahwa ia mengeluarkan kebijakan impor gula saat pasar sedang surplus.
Dia menjelaskan bahwa pada tahun 2015 hingga 2016, Indonesia justru tidak mengalami surplus gula.
Hal ini berdasarkan risalah rapat koordinasi Kemenko Perekonomian di akhir 2015.
“Kejaksaan menuduh saya melakukan impor gula pada saat Indonesia surplus, padahal pada waktu itu kita kekurangan gula di pasar,” tegas Tom
Load more