Jakarta, tvOnenews.com - RUU TNI telah disahkan, hal ini menyita dan menuai komentar dari berbagai kalangan. Termasuk elite politik, dari Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Muhammad Sarmuji.
Kata dia, Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI hasil revisi tidak mengembalikan dwifungsi ABRI seperti Orde Baru.
Karena menurutnya, Rancangan UU (RUU) TNI yang telah disahkan itu justru mempertegas batasan prajurit TNI aktif yang masuk jabatan sipil.
“Dwifungsi TNI tidak mungkin kembali, justru RUU TNI memberi limitasi anggota TNI masuk dalam jabatan sipil. Posisi yang bisa diduduki TNI aktif hanya berkaitan dengan tugas dan fungsi TNI, di luar itu TNI harus pensiun jika memang masuk jabatan sipil,” beber Sarmuji saat dikonfirmasi, Kamis (20/3/2025).
Sekjen Partai Golkar itu juga akui, juga tidak menginginkan dwifungsi ABRI seperti masa lalu kembali terjadi.
Lanjutnya menjelaskan, jika ada anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil di luar kementerian/lembaga yang ditetapkan, maka mereka tetap wajib mengundurkan diri.
Adapun dalam draf RUU TNI diatur bahwa TNI aktif bisa menduduki jabatan sipil di 14 kementerian/lembaga.
Oleh karena itu, Sarmuji berharap masyarakat tidak perlu khawatir terkait penyesuaian pengaturan dalam UU TNI tersebut.
"Kami juga tidak ingin seperti masa lalu, anggota TNI dikaryakan sebagai lurah, bupati, wali kota, gubernur dan pimpinan perusahaan negara bahkan rektor tanpa pensiun," kata Sarmuji.
"Dalam revisi terbaru jika ada prajurit TNI hendak menduduki jabatan sipil, dia harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan, tidak boleh rangkap jabatan," lanjutnya.
Tetapi, Sarmuji menegaskan bahwa revisi tidak mengubah norma dan pengaturan yang menjadi amanah dari Reformasi pada 1998.
Menurutnya, TNI tetap memiliki tugas utama sebagai garda terdepan dalam menjaga pertahanan dan keamanan negara dan bangsa.
"Norma tentang larangan TNI untuk berpolitik praktis dan berbisnis dipastikan tetap berlaku. Fraksi Golkar akan menjaga amanah reformasi yang diperjuangkan dengan berdarah-darah," ucapnya.
Selain itu Sarmuji menyampaikan, penambahan penempatan TNI pada kementerian/lembaga menjadi 14 karena potensi yang dimiliki oleh TNI dapat terus terberdayakan dan teroptimalkan secara fungsional.
Sebagai contoh, penguatan lembaga siber dan sandi negara yang membutuhkan kompetensi dari prajurit TNI.
"Contoh lain adalah penguatan dalam lembaga penanggulangan terorisme, perlu kolaborasi antara Polri dan TNI untuk memperkuat ketahanan nasional dari berbagai ancaman atau potensi serangan teroris dari dalam dan luar negeri," ungkap Sarmuji.
Lanjutnya menjelaskan, penempatan tugas dan kewenangan TNI pada kementerian/lembaga juga pada praktiknya sudah terjadi.
Oleh karena itu, dia menyebut, revisi ini sesungguhnya memberikan payung dan penguatan hukum pelaksanaan yang dilakukan selama ini.
“Terdapat lembaga atau kementerian yang selama ini sudah dijabat oleh TNI namun belum memilki memiliki payung undang-undang, di antaranya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP),” ujarnya.
Untuk diketahui, RUU TNI sudah disahkan DPR RI menjadi undang-undang dalam rapat paripurna pada Kamis ini.
Inti revisi UU TNI adalah soal kedudukan TNI di jabatan sipil, penambahan batas usia pensiun, hingga penambahan tugas pokok TNI soal ancaman siber dan perlindungan warga negara dan kepentingan nasional di luar negeri. (aag)
Load more