Jakarta, tvOnenews.com - Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) apresiasi perhatian Presiden Prabowo Subianto yang mengimbau perusahaan layanan pengantaran berbasis aplikasi untuk memberi Bonus Hari Raya (BHR) dalam bentuk uang tunai yang disampaikan di Istana Negara, Senin (10/3/2025).
Dengan catatan mempertimbangkan keaktifan pekerja dan kemampuan finansial perusahaan.
Modantara juga mencermati poin-poin pada Surat Edaran Kemnaker Nomor M/3/HK.04.OANU2A25 tentang Pemberian Bonus Hari Raya Keagamaan Tahun 2025 bagi Pengemudi dan Kurir pada Layanan Angkutan Berbasis Aplikasi.
"Kami mencatat bahwa beberapa aplikator telah memberikan tanggapan terkait imbauan ini dengan mempertimbangkan aspek operasional dan model kemitraan yang diterapkan," kata Direktur Eksekutif Modantara Agung Yudha dalam keterangan resminya yang dikutip Rabu (19/3/2025).
Sebagian aplikator menyatakan akan mengevaluasi mekanisme pemberian insentif tambahan atau bentuk dukungan lain yang dapat membantu mitra, namun ada juga yang menyatakan ketidakmampuan finansial untuk menuruti kebijakan ini.
Modantara menegaskan bahwa surat edaran maupun imbauan tersebut bukanlah regulasi yang mengikat secara hukum. Pemberian BHR tidak dapat dipaksakan tanpa mempertimbangkan keberlanjutan usaha.
"Pemerintah tentunya tidak dapat memaksa perusahaan swasta yang merugi untuk memberikan bonus karena jika perusahaan tersebut pailit nantinya Pemerintah pun tidak dapat memberikan suntikan bantuan," tambahnya.
Jika pun memberi bonus, hal itu sudah merupakan suatu itikad baik yang perlu diapresiasi berapapun angkanya. Maka setiap perusahaan berhak menentukan kriteria produktivitas dalam mempertimbangkan pemberian bonus ini.
Modantara menegaskan perlunya kebijaksanaan dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dalam mendengar dan memilah masukan yang disampaikan apalagi dalam pembuatan kebijakan yang berdampak pada hajat hidup masyarakat.
"Banyaknya pihak yang mengatasnamakan serikat dan perwakilan pengemudi perlu dicermati dengan seksama keabsahan suaranya dalam merepresentasikan mitra pengemudi aktif," katanya.
Jika kebijakan hanya didasarkan untuk semata-mata memuaskan seruan dari pihak-pihak yang tidak berada di dalam ekosistem ataupun pada pihak yang tidak merepresentasikan mayoritas mitra pengemudi tentulah dapat berakibat fatal.
Sebagai contoh, seruan suatu serikat bahwa BHR harus diberikan kepada seluruh mitra pengemudi bahkan bagi yang sudah putus mitra, menunjukkan ketidakpahaman dan ketidakpedulian terhadap keberlangsungan industri ini.
Dimanakah logika mitra yang putus kemitraan karena melakukan tindakan pelanggaran pidana, perdata, asusila seharusnya mendapatkan BHR? Dimana ada perusahaan mampu memberikan Bonus kepada mitranya yang sudah bertahun-tahun tidak berusaha kemudian aktif sementara untuk hanya mendapatkan 1-2 order di bulan ini? Apakah ini adil bagi mitra lain yang sudah bekerja sangat keras?
"Jika terus dilanjutkan, maka dapat merugikan finansial perusahaan dan dapat membahayakan masyarakat selaku pengguna platform," katanya.
Peran Pemerintah sangatlah penting dalam memberikan atensi dalam porsi yang tepat dan sewajarnya karena jika terlalu gegabah, kondisi-kondisi ini dapat berdampak pada munculnya friksi dengan mitra aktif, platform dan masyarakat, mengganggu stabilitas, serta menurunnya kepercayaan investor terhadap kepastian berusaha di Indonesia karena kebijakan sangatlah mudah diubah.
Lebih jauh, Modantara menyoroti tuntutan agar status mitra diangkat menjadi pekerja tetap adalah narasi yang menyesatkan dan tidak mempertimbangkan realitas industri.
Modantara sangat berharap dalam membuat kebijakan ekonomi gig, Pemerintah mengedepankan azas kebermanfaatan serta bijaksana dengan mendasarkan pada data yang objektif dan kajian dampak yang mumpuni, serta mendengar berbagai perspektif melalui dialog dari seluruh pemangku kepentingan tidak hanya dengan segelintir pihak.
“Kami menghargai setiap upaya untuk mendukung mitra. Namun, kebijakan juga harus mempertimbangkan aspek keberlanjutan industri dan fleksibilitas yang menjadi dasar ekosistem ini. Memaksakan kebijakan yang tidak realistis justru berisiko menciptakan masalah lebih besar, termasuk meningkatnya angka pengangguran dan hilangnya peluang ekonomi bagi jutaan masyarakat yang mengandalkan platform digital sebagai sumber penghasilan alternatif,” tuturnya.
Ke depannya, pemerintah perlu menggandeng pihak-pihak yang memiliki relevansi dan kredibel dengan kebijakan yang akan diambil, serta benar-benar merupakan bagian dari ekosistem.
Dengan demikian, kebijakan yang diterapkan dapat diterima oleh semua pihak dan tidak menimbulkan polemik yang berpotensi merugikan ekosistem industri digital.
Keputusan yang tepat akan memberikan keseimbangan antara dukungan untuk mitra dan keberlanjutan industri, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Modantara mendorong dan mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari solusi terbaik melalui pendekatan yang inklusif dan berbasis dialog, untuk memberikan manfaat jangka panjang bagi mitra dan industri secara keseluruhan.(*)
Load more