“Pada tahun 2018, PT Timah menggandeng 5 perusahaan smelter lokal dengan perjanjian sewa menyewa untuk pemurnian dan penglogaman sesuai dengan cita-cita Presiden Joko Widodo. Dan PT. Timah Tbk benar-benar menjadi pemasok timah No. 1 di dunia setelah Cina, dan dari kerjasama ini telah memberikan pemasukkan kepada negara selama 4 tahun yakni tahun 2018 pemasukan negara diberikan PT Timah berkisar Rp818,7 miliar, kemudian tahun 2019 (Rp 1,2 triliun), tahun 2020 (Rp677,9 miliar) dan tahun 2021 (Rp776,657 mililar)," ujarnya.
Kevin menjelaskan permasalahan semakin semrawut karena tak ada regulasi yang jelas terkait pertambangan timah rakyat dapat bermitra dengan PT. Timah Tbk.
Ia menjelaskan penyidik Kejaksaan Agung kemudian menjerat kelima smelter tersebut dengan tindak pidana korupsi.
"Bahkan ada pula kerugian keuangan negara karena kerusakan lingkungan yang dihitung oleh Prof Bambang ini sebesar Rp 271,069 triliun. Proses hukum dalam perkara ini seluruhnya telah divonis di persidangan," kata Kevin.
"Sejak kasus ini bergulir dampak negatif bagi masyarakat Provinsi Bangka Belitung dari aspek hukum, sosial dan ekonomi terus dirasakan, oleh karenanya kami menggelar untuk memberikan gambaran dari akademisi, ahli, dan tokoh masyarakat agar dapat menjadi masukkan yang berguna bagi semua kalangan,” sambungnya.
Ia menuturkan beberapa perspektif disoroti dalam seminar ini salah satunya perspektif hukum.
Pihaknya menyorot kepastian hukum atas regulasi terkait penambangan rakyat agar dapat bermitra dengan perusahaan BUMN dan swasta hingga kerugian lingkungan hidup yang masuk sebagai elemen kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi.
Load more