Jakarta, tvOnenews.com - Kini bukti-bukti baru tewasnya Vina Cirebon bermunculan, salah satunya, munculnya bukti chat Vina dengan temannya Widi dan Mega.
Diketahui, chat tersebut merupakan chat Vina sebelum Vina ditemukan tewas tergeletak di Jembatan Talun pada 2016 silam.
Karena, bukti chat yang diambil dari ekstraksi ponsel Vina itu mengungkap adanya komunikasi dengan Mega pada pukul 22.14 yang sebelum disebut-sebut dia sudah tergeletak di Jembatan Talun.
Sontak, hal itu membuat Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri angkat bicara dan berikan pandangannya soal hal itu.
Kata Reza Indragiri, jika bukti chat Vina Cirebon itu otentik alias nyata, maka akan mematahkan narasi yang menyebut bahwa Vina dianiaya dan diperkosa massal sebelum dibunuh bersama pacarnya, Eky.
"Bukti itu, sekiranya otentik, nyata-nyata mematahkan narasi bahwa Eky dan Vina dianiaya, diperkosa massal, dibunuh secara terencana, dan jasad mereka dipindah-pindah ke sejumlah lokasi, yang semua itu dilakukan oleh delapan terpidana plus tiga DPO," beber Reza dalam keterangannya, Sabtu (10/8/2024).
Oleh karena itu, Reza Indragiri menuntut Mabes Polri untuk menjawab dua hal terkait hal tersebut.
"Pertama, apakah bukti ekstraksi data itu adalah benar? Jika ya, kedua, mengapa Polda Jabar tidak membawa bukti penting itu ke dalam berkas bukti di persidangan 2016?" tanya Reza Indragiri.
Sebab menurut Reza, sikap Polda Jabar itu terindikasi sama dengan temuan bahwa, dalam banyak kasus salah pemidanaan, penyidik secara sengaja menutup-nutupi bukti yang dapat meringankan bahkan membebaskan terdakwa.
"Sayangnya, para terpidana tidak mempunya akses untuk memperoleh bukti ekstraksi data gawai tersebut," bebernya.
Reza mengatakan Kapolri seharusnya mengeluarkan perintah khusus kepada Propam, Itwasum, Bareskrim, Puslabfor, dan Divisi Hukum Mabes Polri segera pastikan validitas bukti komunikasi elektronik dimaksud.
Ekstraksi data itu kemudian dijadikan sebagai novum guna menggerakkan mekanisme peninjauan kembali.
Menurutnya, delapan tahun hidup para terpidana tersia-siakan. Delapan tahun argo dosa bergerak kencang.
"Sekaranglah waktunya, selekasnya, Polri melakukan langkah koreksi dengan melayani, melindungi, dan mengayomi kedelapan WNI tersebut. Plus, tegakkan hukum dengan dengan target membebas-murnikan delapan orang yang tak bersalah itu," kata Reza.
Reza juga mempertanyakan hasil tim khusus bentukan Kapolri untuk mengeksaminasi peristiwa tewasnya Vina Cirebon dan Eky.
Reza Indragiri membandingkan dengan kasus yang menimpa mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Brigadir Josua tewas ditembak pada 8-7-2022. Kapolri mengumumkan pembentukan tim investigasi pada 12-7-2022. Lalu, berkas perkara diterima Kejagung pada 19-8-2022 dan disampaikan pada rapat DPR pada 24-8-2022.
"Jadi, seandainya Timsus untuk menginvestigasi peristiwa Cirebon resmi dibentuk pada awal Juli 2024, maka--mengacu lini masa Ferdy Sambo--pada pekan kedua Agustus ini semestinya setidaknya sudah ada pengumuman resmi tentang ada tidaknya pembunuhan dan ada tidaknya pemerkosaan terkait kematian Eky dan Vina," katanya.
Reza mengingatkan kasus Ferdy Sambo meletup pada 8 Juli 2022. Ferdy Sambo kemudian dipecat dalam sidang Komisi Kode Etik Polri pada 26 Agustus 2022.
Sebelumnya, Ferdy Sambo dinonaktifkan pada 18-7-2022. Penonaktifan dilakukan guna menjaga transparansi pengungkapan kasus.
"Sementara terhadap Iptu Rudiana, Mabes Polri tak kunjung menonaktifkan yang bersangkutan. Bahkan tampaknya ia tetap menjabat sebagai Kapolsek. Semakin parah, tanggal 19-6-2024 lalu Mabes Polri mengumumkan Iptu Rudiana tidak melanggar etik," pungkas Reza. (aag)
Load more