“Agar mampu mengakomodir kepentingan yang beragam, serta meminimalisir potensi konflik di masa mendatang. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mengenai prioritas pemerintah dalam melindungi lingkungan laut, terutama dalam menghadapi tekanan pembangunan ekonomi yang terus meningkat,” tegas Marcellus Hakeng.
“Kasus-kasus ini menunjukkan lemahnya penegakan hukum, yang ditandai dengan ketidakadilan dalam pemberian sanksi terhadap pelaku ilegal. Sering kali, pelaku dengan kekuatan ekonomi besar mampu lolos dari jeratan hukum atau menerima sanksi yang ringan, sementara kerusakan lingkungan yang diakibatkan sangat signifikan,” sambungnya.
Fenomena ini, kata Hakeng, menunjukkan adanya ketimpangan dalam penegakan hukum yang lebih mengutamakan aspek ekonomi daripada perlindungan lingkungan.
“Maka dampak lingkungan dari penambangan pasir laut tanpa izin sangat merusak kondisi ekosistem laut. Aktivitas ini mengubah pola sedimentasi laut dan merusak habitat pesisir yang penting bagi keberlanjutan ekosistem laut,” katanya.
Selain itu, pencemaran akibat aktivitas tersebut juga memperburuk kondisi lingkungan laut, mempercepat degradasi sumber daya hayati laut, dan meningkatkan risiko bencana alam seperti erosi dan abrasi pantai.
Penegakan hukum yang tidak efektif terhadap pelaku penambangan ilegal ini semakin memperparah masalah lingkungan laut yang sudah ada.
Kondisi ini diperburuk oleh adanya kebijakan diskriminatif yang tercermin dalam PP Nomor 26 Tahun 2023 dan tidak mengakomodir kepentingan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya laut.
Load more