Meski demikian, Oegroseno menegaskan TKP keempat ini merupakan feeling-nya saja. Yang mana feeling ini bisa salah atau benar.
Pasalnya, dia meyakini jika para pelaku dan korban sudah saling mengenal sebelumnya sehingga mereka bisa berkumpul di satu tempat.
“Saya menggambarkan begini. Para pelaku, setelah saya mengumpulkan beberapa fakta, di antara para pelaku dan korban ini kenal. Ada komunikasi, kelihatannya tidak dihadang di jalan seperti cerita yang dikarang-karang itu. Tapi mereka diundang, kumpul, kemudian terjadi peristiwa itu,” ujar dia.
Dia juga menyimpan curiga dengan disimpannya jasad korban di jalan layang.
“Sekarang kalau TKP orang harus dibunuh di satu tempat kemudian dipindahkan ke jalan layang, kalau sudah dibunuh di satu kebun ya di situ saja. Kenapa harus dipindah ke jalan layang? Kalau itu TKP di dalam gedung kemudian dipindah ke jalan layang kemungkinannya lebih besar. Tapi kalau sudah di kebun ya sudah biarin aja di kebun,” terangnya. (nsi)
Load more