Jakarta, tvOnenews.com - Setiap tahun kepadatan jemaah haji kian meningkat termasuk pada pelaksanaan ibadah haji 2024.
Permasalahan ini kompleks karena 21 persen jemaah haji dari Indonesia masuk dalam kategori lanjut usia (lansia), rentan sakit, dan disabilitas.
Tak hanya itu, kepadatan jemaah haji tahun ini juga dibarengi dengan pembangunan toilet di area Muzdalifah.
Oleh karenanya, ruang gerak jemaah haji akan semakin sempit, terutama di area Muzdalifah.
Sempitnya ruang gerak ini memungkinkan peningkatan potensi masalah, khususnya bagi jemaah kategori lansia, dan disabilitas.
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menggelar sidang fatwa di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yogyakarta, Jalan KH Ahmad Dahlan pada Jumat (7/6/2024).
Sidang tersebut dipimpin oleh Ketua Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ruslan Fariadi.
Dalam sidang tersebut, salah satu solusi yang diusulkan untuk mengatasi masalah kepadatan adalah skema murur di Muzdalifah.
Skema murur ini dirancang untuk meminimalisir potensi resiko bagi jemaah haji yang rentan.
Setelah wukuf di Arafah, jemaah haji akan melakukan murur di Muzdalifah dengan cara melintas tanpa turun dari bus.
Jemaah haji akan tetap berada di dalam bus selama perjalanan ke Muzdalifah.
Kemudian bus akan membawa jemaah haji langsung ke Mina.
Meskipun hanya sebentar, PP Muhammadiyah menegaskan fatwa itu telah memenuhi kriteria dan syarat mabit.
Maka mabitnya para jemaah dengan skema murur tetap sah dan tidak terkena dam isa’ah.
Dilansir dari laman resmi Muhammadiyah, pandangan ini didasarkan pada prinsip taysir atau kemudahan.
Dalam kaidah hukum dikatakan: “Jika sesuatu itu dirasakan sulit maka beralih kepada yang mudah.”
Dikatakan jika terjadi udzur syar’i, seperti kemacetan atau kondisi darurat yang menghalangi seseorang untuk melaksanakan mabit, maka murur menjadi rukhshah (keringanan) tanpa membedakan waktu awal atau tengah malam, dan jamaah tidak terkena dam isa’ah.
Hal ini berdasarkan kaidah: “Apabila hukum asal sulit untuk direalisasikan, maka bisa beralih kepada pengganti.”
Selain itu juga diperkuat pula dengan kaidah kedaruratan: “Keadaan yang perlu penanganan khusus sama dengan kedaruratan.”(put/lkf)
Load more