Ihwal Pelarangan Ibadah Mahasiswa Katolik Unpam, Pengamat Beberkan Sejumlah Catatan yang Jadi pertimbangan
- istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Ihwal polemik mahasiswa Katolik Universitas Pamulang (UNPAM) yang dilarang ibadah hingga ada pembacokan.
Ternyata, menuai komentar dari berbagai kalangan tokoh hingga pengamat kebijakan publik. Satu di antaranya, pengamat kebijakan publik dari Nusantara Foundation, Imam Rozikin.
Imam katakana, polemik terkait toleransi di masyarakat kembali terjadi. Kali ini, kasus kericuhan terjadi antara Mahasiswa Katolik Universitas Pamulang (UNPAM) yang melaksanakan ibadah Rosario di sebuah kontrakan dengan warga Kampung Poncol, Babakan, Setu, Tangerang Selatan (Tangsel).
Dari peristiwa tersebut, Polisi telah menangkap 4 terduga pelaku penganiayaan dengan inisial D (53), I (30), S (36) dan A (26) beserta sejumlah barang bukti.
Video dan narasi-narasi terkait peristiwa tersebut viral di berbagai platform, baik media sosial maupun media arus utama.
Lanjut Imam Rozikin mengatakan, hal itu memberi sejumlah catatan yang patut menjadi pertimbangan.
Pertama, peristiwa tersebut menandakan narasi memainkan peran penting dalam menjaga kondusivitas.
Kepemimpinan sosial misal Ketua RT, RW, Lurah dan seterusnya termasuk tokoh masyarakat yang tidak mampu menjaga emosionalnya akan memperkeruh situasi yang seharusnya dapat dimusyawarahkan sesuai koridor Pancasila.
"Kedua, peristiwa ini menjadi indikasi bahwa ada sesuatu yang salah. Apa yang menyebabkan doa dan ibadah menjadi begitu mengganggu? Nilai-nilai toleransi, gotong-royong, dan persatuan bangsa seolah-olah dipinggirkan pada konteks tersebut," ujar Imam.
"Massa, dalam pertimbangannya, justru memilih memuaskan nafsu persekusi terhadap kelompok yang dianggap meresahkan," lanjutnya.
Ia menambahkan, ketiga, ini adalah alarm peringatan bagi negara. Negara harus hadir mengelola keberagaman.
Pendanaan, anggaran, biaya yang dikeluarkan untuk menanamkan dan mengejawantahkan Pancasila harus menghasilkan outcome yang jelas.
"Kita tidak lagi berbicara tentang output suatu kebijakan, melainkan lebih kepada arah filosofis suatu kebijakan atau value yang melekat dari suatu kebijakan itu sendiri," ujarnya.
"Apakah sesuai dengan filosofi yang mendasari suatu kebijakan sehingga menghasilkan kebijaksanaan negara," sambungnya.
Pemerhati kebijakan yang kini tengah menyelesaikan studi program doktor Ilmu Pemerintahan di salah satu Perguruan Tinggi ternama di Jakarta menambahkan, dari peristiwa yang terjadi, diperlukan penanaman esensi 4 (empat) konsensus kebangsaan secara substantif dan dengan model-model yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Load more