Jakarta, tvOnenews.com - Mbah Benu pimpinan jemaah Aolia Gunungkidul ternyata drop out dari Fakultas Universitas Gadjah Mada (UGM).
Hal ini diketahui berdasarkan informasi yang ditulis secara khusus dalam tesis yang berjudul Dekonstruksi Mitos Kanjeng Ratu Kidul dalam Pendidikan Akidah Perspektif KH Raden Ibnu Hajar Shaleh Pranolo 1942-Sekarang (2017).
Tesis ini ditulis oleh Mohamad Ulyan mahasiswa Magister Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN Purwokerto pada 2017 lalu.
Dalam tesis tersebut dijelaskan tentang biografi Mbah Benu. Mbah Benu memiliki nama lengkap Raden Ibnu Hajar Shaleh Pranolo.
Jemaah Aolia Lebaran lebih awal. Dok: Andreas Fitri Atmoko-Antara
Mbah Benu lahir di Pekalongan pada Sabtu Pon 28 Desember 1942. Dia besar di Solotiang, Maron, Purworejo.
Setelah drop out pada semester akhir dari Fakultas Kedokteran (FK) UGM, tesis ini menuliskan Mbah Benu menetap di Giriharjo, Kecamatan Panggang sejak 27 Juli 1972.
Mbah Benu memutuskan keluar dari FK UGM karena tidak mau memakan uangnya orang sakit, orang menderita dan orang meninggal.
Mbah Benu pun memutuskan untuk menetap di daerah Gunungkidul untuk mengikuti calon istri yang waktu itu bertugas sebagai bidan di Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul.
Mbah Benu juga diketahui ngaji langsung kepada ayahnya, yaitu Kiai Soleh bin KH. Abdul Ghani bin Kiai Yunus.
Ayahnya merupakan lulusan berbagai pesantren besar di Jawa dan Madura seperti Krapyak, Termas, Lirboyo, Madura. Bahkan, merupakan salah satu murid Mbah Kholil Bangkalan, Madura.
Jemaah Aolia Lebaran lebih awal. Dok: Istimewa
Mbah Benu sempat menjadi perbincangan akhir-akhir ini. Pasalnya, dia dan jemaahnya melakukan salat Idul Fitri lebih awal pada Jumat, 5 April 2024.
Penetapan lebih awal ini jauh dari ketentuan oleh Pemerintah yang kemungkinan baru tanggal 10 atau 11 April 2024.
Mbah Benu mengaku keputusan tersebut diambil berdasarkan dirinya yang langsung menelepon Allah SWT.
“Tidak pakai perhitungan (rukyat atau hisab). Saya telepon langsung kepada Allah Ta’ala,” ujarnya kepada awak media Jumat (5/4/2024) lalu.
Dalam sambungan telepon itu, Mbah Benu mengaku diperintah langsung untuk melaksanakan lebaran pada 5 April 2024 atau 25 Ramadhan 1445 Hijriah.
“Ya Allah kemarin tanggal 4 malam. Ya Allah ini sudah 29. 1 Syawal-nya kapan? Allah Ta’ala ngediko tanggal 5,” kata Mbah Benu.
Dukuh Panggang III Agung mengatakan jemaah Masjid Aolia sudah ada sejak lama dan hidup berdampingan dengan masyarakat lainnya di dusun setempat.
Perbedaan awal Ramadhan dan 1 Syawal antara jemaah Masjid Aolia dengan masyarakat lainnya sudah biasa dan hingga saat ini tidak pernah menimbulkan perpecahan.
"Tidak pernah ada gesekan. Sebelum saya lahir sudah ada (jemaah Masjid Aolia)," kata dia.
Sementara itu, Kepala Bidang Urusan Agama Islam (Urais) Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY Jauhar Mustofa menyebut jemaah Masjid Aolia pada dasarnya memiliki amalan atau tata cara beribadah layaknya warga muslim pada umumnya.
Hanya saja, dalam penetapan awal Ramadhan dan 1 Syawal mereka memiliki keyakinan atau prinsip sendiri, yakni tanpa menggunakan metode hisab maupun rukyat.
"Mereka punya dalil sendiri yang itu diyakini oleh pemimpinnya, Pak Ibnu dan pengikutnya," kata dia.
Menurut Jauhar, Kemenag DIY tidak dapat memaksa mereka mengikuti aturan yang selama ini telah ditentukan pemerintah.
"Meskipun tahun ini agak mencolok karena bedanya sampai lima hari. Ini sangat-sangat mencolok. Kalau biasanya kan hanya (selisih) satu dua hari, tapi tahun ini memang agak mencolok sehingga memang menjadi perhatian," ujarnya.
Menurut dia, Kemenag DIY bakal terus melakukan pendekatan dan silaturahmi dengan pemimpin jemaah itu melalui KUA maupun Kemenag Kabupaten.
"Agar saling silaturahmi antara pemerintah dan ulama tetap terjaga," pungkas Jauhar. (ant/nsi)
Load more