Kendati terkesan tendensius dan propaganda, mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2001-2004 itu menyampaikan bahwa film tersebut adalah bagian dari kebebeasan berekspresi.
"Tayangan film ini kita hormati sebagai kebebasan berekspresi. Orang berbeda pendapat itu normal saja. Kalau tiga orang akademisi yang muncul dalam tayangan itu mengkritisi pemilu, toh orang juga bisa mengkritisi terhadap pandangan yang mereka sampaikan," beber Yusril.
Terakhir, dia mengingatkan agar masyarakat tidak terpecah belah setelah menonton film tersebut.
Pasalnya, perbedaan pendapat dan pilihan adalah hal yang lumrah, sehingga harus disikapi dengan bijaksana.
"Semoga masyarakat luas berpikir jernih dan objektif dan menilai bahwa pemilu tidak akan 100% ideal seperti yang kita harapkan. Kemungkinan kekurangan di sana sini itu akan terjadi, tidak dapat kita hindari. Tapi paling penting adalah pemilu yang benar-benar jujur dan adil seperti yang diamanatkan oleh UUD NRI 1945 dan UU Pemilu dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya," jelas Yusril. (aag)
Load more