Jakarta, tvOnenews.com - Maraknya baliho dan poster kontestan capres-cawapres dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai mengganggu netralitas Pemilu 2024.
Pasalnya, sosok presiden perlu memberikan sikap netral dalam pesta demokrasi.
Hal tersebut disampaikan oleh Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing dalam keterangannya, Senin (20/11/2023).
“Ini bulan-bulan politik. Harusnya foto tokoh politik. Kontestasi politik yang bersama Presiden Jokowi sekalipun foto lama harusnya diturunkan atau di-take down,” ujar Emrus.
Adapun sejumlah baliho kontestan Pemilu 2024 bersama Jokowi berseliweran di tengah masyarakat.
Misalnya, baliho Partai Solidaritas Indonesia (PSI) selaku partai pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang menyertai foto Presiden Jokowi di belakangnya.
Kemudian, berseliwerannya baliho bergambar Prabowo selaku Menteri Pertahanan (Menhan) bersama Presiden Jokowi.
Menurut Emrus, foto-foto baliho yang ditampilkan tersebut bisa mempengaruhi makna tertentu di peta kognisi khalayak.
“Para pendukung parpol bersama Prabowo-Gibran idealnya tidak mencantumkan foto bapak presiden,” katanya.
Padahal, kata Emrus, Jokowi sempat menunjukkan positif simbol netralitasnya terhadap kontestasi Pilpres 2024.
Misalnya, ketika presiden mengundang makan siang ke Istana Negara terhadap Ganjar Pranowo, Anies Baswedan dan Prabowo Subianto.
Di sana publik memberikan hal yang positif terkait netralitas, yaitu dengan makan siang dengan meja yang sama, menu serupa dan tanpa moderator.
“Ini artinya egaliter. Harusnya hal serupa dilakukan ke kegiatan lainnya,” sarannya.
Misalnya, ketika Jokowi bertemu dengan relawannya juga dilanjutkan ke seluruh relawan kontestan seperti Anies, Prabowo maupun Ganjar.
“Supaya publik tidak memahami memberikan dukungan kepada salah satu kandidat,” tuturnya.
"Intinya jauh lebih baik jika Presiden Jokowi secara tegas mengatakan kepada seluruh kontestan politik untuk tidak menggunakan fotonya untuk kepentingan Pemilu 2024," sambung dia.
Lebih dalam lagi, Emrus berharap para kontestan Pemilu 2024 mengedepankan kekuatan ideologis dan politik moral. Tidak semata menerapkan politik elektoral.
"Harapannya ketika kekuatan ideologis bertemu dengan kekuatan elektoral harus dimenangkan oleh politik ideologis," ujarnya.
Peristiwa tidak ideologis itu menurutnya terjadi ketika MK memutuskan umur di bawah 40 tahun dapat menjadi calon presiden/wakil presiden.
Setelah itu, Gibran mendaftarkan diri menjadi cawapres Prabowo. Asumsinya jauh lebih tepat Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar Airlangga Hartarto menjadi cawapres Prabowo.
“Saya melihat secara komunikasi politik boleh jadi ada yang tersandera. Ketika Gibran menjadi cawapres, menarik dilakukan penelitian untuk disertasi, melakukan wawancara mendalam dengan Airlangga, Erick Thohir hingga Yusril Ihza Mahendra nanti akan terungkap ada apa di balik itu,” pungkasnya. (rpi/nsi)
Load more