Sinjai, Sulawesi Selatan - Tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tondong, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan penuh dan menggunung, penyebabnya, belum ada lahan baru yang bisa digunakan sebagai pengganti karena belum ada anggaran untuk TPA baru. Anggaran TPA baru sudah dialihkan ke anggaran penanganan Covid-19.
"Sebetulnya sejak tahun 2018 lalu kita sudah usul untuk disiapkan lahan baru TPA, karena sudah melihat ada penambahan volume sampah setiap harinya, hanya saja, dua tahun terakhir ini kondisi keuangan Sinjai tak mampu mengadakan lahan itu, sebab anggaran dialihkan untuk penanganan Covid-19" kata Sekretaris DLHK Sinjai, Evikasim Noor, Rabu (25/11/2021).
Pantauan di lokasi TPA Tondong, tepatnya di Dusun Pao Desa Kampala itu, gunungan sampah tampak hampir menutupi seluruh luas lahan yang kurang lebih dua hektar .
Selain menggunung, TPA milik Pemerintah Kabupaten Sinjai tersebut telah mengeluarkan gas metan. Tentunya hal itu akan berdampak luas bagi kualitas hidup masyarakat dan berpotensi mencemari tanaman perkebunan yang ada di sekitarnya.
Sementara jarak antara pemukiman warga dengan TPA ini sekitar kurang lebih 500 meter.
Oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sinjai sebagai pengelola sampah menyampaikan, lokasi TPA satu-satunya itu hanya mampu menampung sampah yang sudah over kapasitas.
Juga diketahui bahwa jumlah sampah masyarakat Sinjai rata-rata 40 ton per hari, yang diangkut dari ibu Kota kabupaten, dan juga di tujuh kecamatan di Sinjai.
Evikasim menambahkan bahwa sebelumnya, Pemkab mendapat sorotan dari pemerhati lingkungan, bahkan pihaknya sempat dipanggil oleh Anggota DPRD Sinjai terkait masalah tersebut.
"Saat kami dipanggil, saya katakan tolong pak dewan bantu kami penganggaran, agar ada lahan baru dan peralatan pengolahan sampah secara modern," katanya.
Ia menyebut, di daerah lain sudah dilakukan pengelolaan sampah secara modern agar lokasi TPA tidak cepat penuh.
"Kita berencana mengajak Anggota DPRD Sinjai untuk melihat pengelolaan sampah secara modern di daerah lain itu. Alat yang mereka gunakan bernilai miliaran dan seperti itu yang kami butuhkan di DLHK Sinjai," sambungnya.
Evikasim menjelaskan bahwa alat itu akan digunakan mengolah sampah, separuh bisa digunakan pupuk, dan separuhnya lagi bisa digunakan sebagai bahan meubel.
"Dengan cara ini DLHK bisa menambah PAD Sinjai, yang mana saat ini dituntut menghasilkan Rp150 juta dari sampah," terangnya.
"Hanya saja, sulit mencapai hal itu, sebab banyak warga dan ada oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Sinjai yang tidak taat bayar retribusi sampah. Namun dengan masalah ini, berharap DPRD Sinjai bisa mencarikan solusinya," tutupnya.
( Andi Rahmat / MTR )
Load more