Jakarta, tvOnenews.com - Anggota Dewan Penasihat Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan turut menyoroti soal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang berisi penundaan Pemilu ke 2025.
“Pasal 22E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 mengatur bahwa Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima oleh tvOnenews pada Kamis (2/3/2023).
“PN yang memerintahkan penundaan pemilu sampai 2025 merupakan pelanggaran terbuka terhadap amanat Konstitusi. Isi putusan yang aneh, janggal, dan mencurigakan,” kata Titi.
Selain itu kata Titi, dalam sistem penegakan hukum pemilu tidak dikenal mekanisme perdata melalui Pengadilan Negeri untuk menyelesaikan keberatan dalam pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta pemilu.
“Saluran yang bisa tempuh partai politik hanyalah melalui sengketa di Bawaslu dan selanjutnya upaya hukum untuk pertama dan terakhir kali di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),” tandasnya.
Hal itu dikatakan Titi diatur secara eksplisit dalam Pasal 470 dan 471 UU No. 7 Tahun 2017.
“Jadi bukan kompetensi PN Jakpus untuk mengurusi masalah ini apalagi sampai memerintahkan penundaan Pemilu ke 2025,” katanya.
Jadi menurut Titi, kalaupun ada pelanggaran administrasi dalam pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta pemilu terkait tata cara, prosedur, dan mekanismenya, maka jalur yang bisa ditempuh Partai Prima adalah melalui Bawaslu.
“Ini aneh langkah menunda pemilu via upaya perdata di pengadilan negeri. Komisi Yudisial mestinya proaktif untuk memeriksa majelis pada perkara ini. Sebab ini Putusan yang jelas menabrak Konstitusi dan juga sistem penegakan hukum pemilu dalam UU N0. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Sebagaimana diketahui, PN Jakpus memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilu 2024 atau tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024. Putusan PN Jakpus ini terkait gugatan Prima atau Partai Rakyat Adil Makmur yang dinyatakan KPU tidak memenuhi syarat untuk mengikuti Pemilu 2024.
Dalam putusannya, PN Jakpus mengabulkan gugatan perdata yang diajukan Prima. PN Jakpus menyatakan Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh KPU. Selain itu, PN Jakpus menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari," bunyi putusan PN Jakpus yang dikutip, Kamis (2/3/2023).
Tak hanya tunda Pemilu 2024, PN Jakpus juga menghukum KPU untuk membayar ganti rugi sebesar Rp500 juta. PN Jakpus juga menyatakan putusan tersebut dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta atau uitvoerbaar bij voorraad.
"Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp410.000," tulis putusan itu.
Gugatan perdata itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Gugatannya itu diajukan Agus Priyono selaku Ketua Umum Partai Prima dan Dominggus Oktavianus Tobu Kiik selaku Sekjen Partai Prima.
Putusan atas gugatan itu diambil dalam musyawarah majelis hakim yang terdiri dari T Oyong sebagai Ketua Majelis Hakim, serta H Bakri dan Dominggus Silaban sebagai hakim anggota pada Kamis, 2 Maret 2023. (saa)
Load more