Paktika, Afghanistan - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengirimkan bantuan ke Afghanistan untuk membantu korban gempa. Namun niat baik PBB telah diganggu oleh penguasa Afghanistan yaitu Taliban.
Berniat untuk membantu korban gempa agar mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, PBB dan kelompok-kelompok bantuan lainnya malah terhalang oleh upaya penolakan dari Taliban.
Disebutkan oleh PBB bahwa Taliban menolak upaya PBB untuk membantu mendapatkan dana kemanusiaan dan mengganggu proses pengiriman bantuan ke Afghanistan.
Bank-bank Internasional kini waspada terhadap pengujian sanksi PBB dan Amerika Serikat sejak Taliban mengambil alih Afghanistan pada Agustus tahun lalu.
Hal ini membuat kelompok-kelompok bantuan harus berjuang lebih agar dapat menyediakan cukup uang untuk tetap beroperasi.
“Sistem perbankan formal terus memblokir transfer karena upaya menghindari risiko yang berlebihan, berdampak pada saluran pembayaran dan menyebabkan gangguan dalam rantai pasokan,” kata kepala bantuan PBB Martin Griffiths kepada Dewan Keamanan yang dikutip dari VIVA (24/6/2022).
Baca Juga Korban Masih Berjatuhan, Taliban Kewalahan Tangani Korban Gempa
Dalam rangka membantu Afghanistan, PBB telah mencoba untuk memberikan sistem Fasilitas Pertukaran Kemanusiaan (HEF) untuk mengirimkan bantuan dalam upaya mengatasi krisis ekonomi dengan menukar jutaan dollar menjadi mata uang Afganistan.
“Kami telah melihat kemajuan yang terbatas karena perlawanan oleh otoritas de facto. Ini adalah masalah yang tidak akan selesai dengan sendirinya,” ungkap Griffiths.
Hingga sistem perbankan formal Afghanistan dapat beroperasi dengan baik kembali, ia menyebutkan bahwa PBB perlu memastikan agar Fasilitas Pertukaran Kemanusiaan aktif dan berjalan.
Lanjutnya PBB telah melakukan survei yang menyatakan sekitar setengah dari kelompok bantuan telah melapor kesulitan untuk mentransfer dana ke Afghanistan.
Sedangkan kelompok bantuan lainnya menyebutkan alami kendala pada kurangnya uang tunai yang tersedia di Afghanistan, otoritas Taliban juga mengganggu jalannya pengiriman.
Meski begitu, mereka berjanji kepada pejabat PBB pada September bahwa tidak akan melakukannya lagi.
“Otoritas nasional dan lokal semakin berupaya memainkan peran dalam pemilihan penerima manfaat dan menyalurkan bantuan kepada orang-orang dalam daftar prioritas mereka sendiri, dengan alasan tingkat kebutuhan yang hampir universal,” kata Griffiths.
Lebih lanjut Griffiths mengatakan terdapat banyaknya tuntutan oleh Taliban mengenai data dan informasi berkaitan dengan anggaran dan kontrak kepegawaian.
“Kami juga melihat lebih banyak tuntutan oleh Taliban untuk data informasi berkaitan dengan anggaran dan kontrak kepegawaian,” lanjutnya.
Begitu pula yang dialami oleh kelompok-kelompok bantuan. Griffiths mengungkapkan mereka kesulitan untuk mempekerjakan perempuan Afghanistan.
“Kelompok-kelompok bantuan menghadapi kesulitan terus-menerus ketika mereka mencoba mempekerjakan perempuan Afghanistan dalam fungsi-fungsi tertentu,” jelasnya.
Griffiths menyebutkan pihak PBB hanya menerima sepertiga dari US$ 4,4 miliar (sekitar RP 65,3 triliun) yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan di Afghanistan pada 2022.
“Kami tidak memiliki cukup dana,” ujarnya. (Kmr)
Load more