Jakarta, tvOnenews.com - Seorang pendeta Hindu di India utara mengatakan jumlah jenazah yang dibawa ke krematorium di tepi Sungai Gangga meningkat dua kali lipat dalam sepekan terakhir karena gelombang panas yang terjadi di beberapa bagian negara itu.
"Situasi di sini berubah dalam empat hingga lima hari terakhir. Mencapai 25 hingga 30 jenazah dan orang-orang di sini siang dan malam kepanasan," kata pendeta Rajesh Pandey, yang melakukan upacara terakhir di krematorium, seperti dilansir Reuters, Jumat (23/6/2023).
Kepala pengawas medis untuk Ballia, S.K. Yadav, mengkonfirmasi lonjakan rawat inap di rumah sakit distrik utama dan mengatakan penyelidikan sedang dilakukan untuk menentukan penyebab kematian.
"Pasien yang datang ke sini sudah memiliki beberapa kondisi komorbiditas dan berada dalam stadium akhir," kata Yadav, tanpa menyebutkan jumlah kematian.
Surat kabar Indian Express melaporkan bahwa rumah sakit tersebut telah mencatat setidaknya 80 kematian sejak 15 Juni karena suhu melonjak hingga hampir 45 derajat Celcius di wilayah tersebut, sebelum awan mereda pada hari Rabu.
Kematian di Ballia telah memicu perselisihan karena pemerintah negara bagian asalnya, Uttar Pradesh, menggantikan pejabat kesehatan distrik yang mengatakan bahwa kematian itu disebabkan oleh panas.
Pada hari Rabu, pasien yang putus asa terbaring di depan kipas pendingin di bangsal rumah sakit yang penuh sesak.
Brijesh Yadav, 28, mengatakan dia membawa kakeknya yang berusia 85 tahun ke rumah sakit pada hari Selasa setelah dia mengeluh kesulitan bernapas.
"Dokter mengatakan ini terjadi karena panas," katanya.
Menteri Kepala Negara Yogi Adityanath telah mengarahkan para pejabat untuk menghindari pemadaman listrik yang tidak perlu dan membeli listrik tambahan jika diperlukan.
Di negara bagian Bihar yang bertetangga, setidaknya 50 orang tewas karena penyakit terkait panas, lapor penyiar NDTV. Pejabat pemerintah Bihar tidak menanggapi panggilan telepon.
India memiliki rata-rata lima hingga enam peristiwa gelombang panas setiap tahun di bagian utara antara Maret dan Juni dan terkadang hingga Juli, menurut Organisasi Kesehatan Dunia.
Sebuah studi oleh para peneliti Universitas Cambridge menemukan bahwa gelombang panas yang mematikan, yang dipicu oleh perubahan iklim, pada tahun 2022 membuat hampir 90 persen orang India lebih rentan terhadap masalah kesehatan masyarakat, kekurangan pangan, dan peningkatan risiko kematian. (ebs)
Load more