Jakarta - Johanis Tanak terpilih sebagai pimpinan atau komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggantikan Lili Pintauli Siregar.
"Saya mencoba berpikir untuk restorative justice terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi, restorative justice. Tapi apakah mungkin yang saya pikirkan itu dapat diterima, saya juga belum tahu. Harapan saya dapat diterima," jelas Johanis saat penalaran fit and proper test di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (28/9/2022).
Ia berpendapat restorative justice dapat diterapkan tidak hanya dalam kasus tindak pidana umum, tetapi bisa pada kasus tipikor.
"Hal itu sangat dimungkinkan berdasarkan teori ilmu hukum yang ada bahwasanya peraturan yang ada sebelumnya dikesampingkan oleh peraturan yang ada setelah itu," jelasnya.
Ia menjelaskan akan menggunakan Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Adapun BPK akan memberikan kesempatan selama 60 hari kepada pihak yang diduga melakukan kerugian keuangan negara untuk mengembalikan uang tersebut.
"Kalo saya boleh mengilustrasikan, kalo saya pinjam uang di bank Pak, maka saya akan dikenakan bunga, Pak. Kemudian ketika saya melakukan penyimpangan, maka saya dapat dikenakan denda. Jadi selain membayar bunga, membayar denda juga," jelas Johanis.
"Jadi restorative justice ini ketika sudah ada restorative justice, dia bisa mengembalikan, kita tidak proses, tapi mengembalikan tidak sejumlah yang di korupsi, tetapi 2 kali atau 3 kali dia mengembalikan. Maka tidak perlu diproses secara hukum," ungkapnya.
Menurut Johanis, jika pelaku korupsi diproses secara hukum, maka kerugian keuangan negara akan bertambah.
Lebih lanjut, ia juga menambahkan saat restorative justice ditetapkan dalam tipikor, maka pengadilan tidak perlu mengeluarkan putusan.
"Menghukum bukanlah tujuan dari proses hukum. Hanya melakukan pembinaan, supaya jangan lagi melakukan kejahatan. Itu tujuan dari hukum, menghukum," tutup Johanis saat diwawancarai usai fit and proper test. (saa/put)
Load more