Tantangan Pascabencana: Dari Data hingga Lapangan Jadi Strategi Monitoring Pascabencana Banjir Bisa Cegah Lonjakan Kemiskinan
- Istockphoto
tvOnenews.com - Monitoring dan evaluasi pascabencana merupakan tahapan penting dalam siklus penanggulangan bencana. Setelah fase tanggap darurat berakhir, perhatian pemerintah dan pemangku kepentingan bergeser pada upaya mengidentifikasi dampak jangka menengah dan panjang yang ditimbulkan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam laman resminya menjelaskan bahwa evaluasi pascabencana mencakup pendataan kerusakan, kerugian, serta kebutuhan pemulihan masyarakat sebagai dasar rehabilitasi dan rekonstruksi.
Secara normatif, mekanisme tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Regulasi ini menekankan pentingnya penilaian dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan secara sistematis agar pemulihan tidak berhenti pada perbaikan fisik semata.
Salah satu pendekatan yang digunakan adalah Post Disaster Needs Assessment (PDNA), yang menjadi rujukan pemerintah dalam menyusun kebijakan pascabencana secara terukur.
Di tengah frekuensi bencana hidrometeorologi yang meningkat, monitoring juga berperan sebagai alat mitigasi lanjutan. Data yang dihimpun pascabencana dapat digunakan untuk memperkuat sistem peringatan dini, tata ruang, hingga kebijakan perlindungan sosial.
Platform seperti InaRISK milik BNPB menjadi contoh pemanfaatan data kebencanaan untuk memetakan risiko dan kerentanan wilayah secara berkelanjutan.
Bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera, termasuk Sumatera Barat, memunculkan kebutuhan mendesak akan evaluasi menyeluruh.
Pemerintah pusat menginstruksikan kementerian dan lembaga terkait untuk memusatkan perhatian pada daerah terdampak serta menunda kegiatan nonprioritas. Instruksi ini dimaksudkan agar penanganan pascabencana berjalan lebih fokus dan efektif, terutama dalam menjaga keberlanjutan layanan dasar masyarakat.
Dalam fase pascatanggap darurat, BP Taskin menjalankan peran sesuai mandat Peraturan Presiden Nomor 163, yakni mendokumentasikan serta menghitung dampak kemiskinan pascabencana. Fokus kerja berada pada pengumpulan data kerusakan fasilitas umum, kehilangan aset warga, serta potensi kerentanan sosial-ekonomi yang muncul setelah banjir.
Pendekatan ini menempatkan evaluasi sebagai dasar perumusan kebijakan pemulihan, bukan sekadar respons jangka pendek. Untuk kepentingan tersebut, dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi di tiga provinsi terdampak, yaitu Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Di Sumatera Barat, tiga tenaga ahli, Samson, Agung Nugroho, dan Fachria, ditugaskan melakukan pengumpulan data dan koordinasi dengan pemangku kepentingan daerah. Lokasi kunjungan difokuskan pada wilayah yang mulai memasuki fase pemulihan agar data yang dihimpun relevan dengan kebutuhan rehabilitasi.
Di tingkat provinsi, tim melakukan pertemuan dengan Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi. Dalam pertemuan tersebut disampaikan sejumlah persoalan utama pascabanjir, antara lain gangguan jaringan listrik dan telekomunikasi, kebutuhan alat berat untuk normalisasi sungai akibat endapan lumpur, serta pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat terdampak.
Koordinasi juga dilakukan dengan Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat, Nanda Satria. Ia menyoroti pentingnya langkah konkret dan terukur dalam penggunaan Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk mempercepat penanganan pascabencana banjir dan longsor.
Banjir yang melanda Kota Padang tidak hanya merendam permukiman dan memutus akses jalan, tetapi juga menimbulkan ancaman serius terhadap sanitasi lingkungan, khususnya di Kelurahan Cupak Tengah, Kecamatan Pauh.
Penguatan data dilakukan melalui pertemuan dengan Kalaksa BPBD Sumatera Barat, Era Sukma, untuk menyelaraskan informasi kebencanaan serta menentukan daerah kabupaten dan kota yang layak dikunjungi.
- Ist
Selanjutnya, peninjauan langsung wilayah terdampak di Kota Padang, yakni Kecamatan Koto Tangah dan Pauh, dengan pendampingan aparat kecamatan. Kunjungan juga dilakukan di Kabupaten Padang Pariaman, bersama Bupati Jon Kennedy Azis dan jajaran perangkat daerah dan BPBD setempat. Peninjauan berlanjut ke Kecamatan VII Koto guna melihat langsung kondisi warga dan infrastruktur pascabanjir.
Secara keseluruhan, keterlibatan BP Taskin diarahkan pada fungsi koordinatif lintas lembaga dalam penanganan pascabencana, terutama terkait dampak sosial-ekonomi.
Tantangan ke depan adalah memastikan bahwa bencana tidak memperbesar kerentanan dan angka kemiskinan di wilayah terdampak. Monitoring dan evaluasi yang akurat diharapkan menjadi dasar kebijakan pemulihan yang lebih adaptif dan berkelanjutan. (udn)
Load more