Refleksi Akhir Tahun Surabaya: Banjir Hingga Polemik PPDB, Ini Kata Wakil Ketua DPRD
- Antara
tvOnenews.com - Menjelang akhir tahun 2025, Kota Surabaya dihadapkan pada sejumlah tantangan pelik yang menjadi sorotan utama, mulai dari masalah banjir yang tak kunjung usai, polemik sistem zonasi dalam pendidikan, hingga isu layanan kesehatan. Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Bachtiar Rifai, angkat bicara mengenai refleksi kinerja Pemkot Surabaya sepanjang tahun 2025 dan harapan untuk tahun 2026.
Bachtiar Rifai mengakui bahwa penanganan banjir masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi Surabaya. Hal ini disoroti mengingat adanya anggaran besar yang dialokasikan, yang mencapai Rp1,3 hingga Rp1,4 triliun pada tahun 2025.
Meskipun proyek gorong-gorong dan pelebaran jalan telah masif dilakukan, genangan masih terjadi di beberapa wilayah. Menurut Bachtiar, persoalan banjir di Surabaya tidak dapat diselesaikan dalam satu periode anggaran saja, melainkan membutuhkan upaya berkelanjutan.
"Memang banjir ini tidak bisa diselesaikan dalam satu anggaran periode Kota Surabaya. Ini perlu beberapa kali pembangunan dan juga usulan masyarakat. Tetapi yang paling utama adalah masalah kebersihan. Masalah sampah ini kan masih menjadi problem di masyarakat Surabaya," ujar Bahtiyar.
Ia menambahkan bahwa faktor kebersihan dan persampahan menjadi pemicu ganda. Petugas terpaksa bekerja ekstra untuk mengalirkan air dan membersihkan sampah yang menyumbat rumah pompa, memperlambat kinerja penanganan.
Selain itu, Bachtiar juga menyoroti masalah perencanaan dan konektivitas saluran. Ia menemukan kasus di mana saluran air yang baru dibangun justru meluap karena tidak terkoneksi dengan baik atau karena ujung saluran menyempit, sehingga tidak mampu menampung arus besar.
"Harusnya kan di sudah dibangun saluran yang baik, sudah rapi, sudah ada penutup box culvert-nya itu, harusnya ini kan airnya enggak meluber. Ternyata ini yang kedua. Salurannya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Perencanaan yang harus diutamakan agar nantinya permasalahan banjir ini tidak meluas ke tempat-tempat yang lainnya," ujar politisi partai Gerindra ini.
Di sektor pendidikan, Wakil Ketua DPRD menyoroti masalah yang dihadapi setiap tahun: banyaknya siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri akibat sistem zonasi.
Fenomena ini merujuk pada disparitas jumlah sekolah negeri di setiap jenjang. Data yang disampaikan menunjukkan bahwa jumlah SD Negeri di Surabaya mencapai sekitar 280-an, namun turun drastis ke 63 SMP Negeri, dan hanya tersisa 22 SMA Negeri.
Sebagai solusi, Pemkot Surabaya memberikan intervensi melalui subsidi dan bantuan. Untuk siswa SMA, Pemkot mengalokasikan bantuan tunai Program Pemuda Tangguh (seperti PIP di pusat) sebesar Rp200.000 per bulan, yang direncanakan naik menjadi Rp250.000 pada 2026. Bantuan ini diberikan kepada siswa keluarga miskin/pramiskin hingga mereka lulus.
Untuk mengatasi daya tampung, Pemkot juga merencanakan pembangunan sekolah baru pada tahun 2026, yaitu satu SD Negeri di Tambak Wedi dan dua SMP Negeri di Gunung Anyar dan Sambikerep. Menutup refleksi akhir tahun, Bachtiar Rifai menyampaikan harapannya untuk Kota Surabaya di tahun 2026.
"Saya berharap seluruh elemen bekerja sama dengan baik, saling berkolaborasi, karena ini untuk kepentingan warga dan untuk kebutuhan Surabaya," ujar Bahtiyar.
Selain itu, ia mengapresiasi terobosan Pemkot yang mewajibkan proyek-proyek pembangunan menggunakan tenaga kerja (tukang, kuli, mandor) dari warga asli Surabaya. Hal ini bertujuan untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan keterlibatan masyarakat lokal dalam pembangunan kota.(chm)
Load more