Kenapa Pelajar Rentan Kecelakaan? Ini Penjelasan Ahli dan Data Resmi Soal Tiga Hal yang Paling Diabaikan Pelajar Indonesia
- Istockphoto
tvOnenews.com - Keselamatan berkendara di kalangan pelajar masih menjadi isu besar di Indonesia. Data Jasa Raharja menunjukkan bahwa kelompok usia 15–19 tahun termasuk yang paling rentan terlibat kecelakaan lalu lintas, terutama karena banyak di antara mereka berkendara tanpa SIM, tanpa helm berstandar SNI, serta tanpa pemahaman dasar keselamatan jalan.
Situasi ini cukup kontras dengan regulasi di beberapa negara lain, di mana pelajar dibatasi secara ketat sebelum diizinkan membawa kendaraan bermotor. Di Jepang misalnya, siswa SMA umumnya dilarang mengendarai sepeda motor ke sekolah, kecuali mendapat izin khusus dari sekolah dan orang tua.
Melansir dari berbagai sumber, larangan tersebut merupakan bagian dari budaya keselamatan yang telah diterapkan selama puluhan tahun. Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat menunjukkan pendekatan berbeda, namun sama-sama menekankan kedisiplinan dan tahapan yang ketat sebelum pelajar bisa berkendara mandiri.
Di Jerman, remaja baru boleh mengendarai motor kecil (kategori AM hingga 45 km/jam) setelah mengikuti kursus formal yang mencakup teori, praktik, dan ujian kelayakan. Di Amerika Serikat, pelajar usia 15–16 tahun wajib mengikuti program graduated licensing.
Di mana mereka hanya boleh berkendara dengan pendamping, mengikuti batasan waktu, dan mematuhi aturan khusus hingga mereka dinilai cukup matang untuk memegang kendali penuh di jalan raya. Pendekatan bertahap ini menunjukkan bahwa kemampuan berkendara bukan hanya soal fisik, tetapi kedewasaan dan manajemen risiko.
Perbandingan tersebut memperlihatkan tantangan besar di Indonesia, di mana akses terhadap sepeda motor relatif mudah bagi pelajar, namun literasi keselamatan tidak selalu sebanding.
Ketika kendaraan bermotor menjadi kebutuhan mobilitas harian, pembiasaan disiplin seperti memiliki SIM, memakai helm standar, memahami rambu, dan menghargai pengguna jalan lain menjadi sangat penting. Minimnya sistem perizinan bertahap seperti di luar negeri membuat edukasi berbasis sekolah, lembaga keselamatan, dan komunitas menjadi krusial untuk menutup celah pemahaman tersebut.
Upaya meningkatkan kesadaran keselamatan terlihat dalam kegiatan edukasi yang diselenggarakan di SMAN 6 Kota Depok bersama Yayasan Masyarakat Peduli Keselamatan dan Korban Kecelakaan Transportasi (Mapekka), Jasa Raharja, Polres Metro Depok, serta tim medis RS Puri Cinere. Kegiatan ini menjadi wadah diskusi mengenai risiko nyata yang dihadapi pelajar ketika berkendara.
Wakil Kepala Sekolah, Setyowati, M.Hum., mengingatkan bahwa meningkatnya insiden lalu lintas di kalangan pelajar berkaitan erat dengan kebiasaan berkendara tanpa SIM dan tanpa perlengkapan keselamatan. Sekolah memiliki peran penting dalam membangun budaya aman bagi siswanya. “Keselamatan adalah kebiasaan yang harus dibangun secara sadar,” ujarnya.
Ketua Yayasan Mapekka, Dr. Haryo Pamungkas, memaparkan bahwa mayoritas kecelakaan melibatkan kendaraan roda dua yang sering dikendarai oleh pelajar untuk mobilitas harian. Instruksi Gubernur terkait kewajiban memiliki SIM merupakan bentuk perlindungan bagi siswa, bukan sekadar aturan administratif yang harus dipenuhi.
Dari sisi penegakan hukum, Ipda Syarif Hidayatullah, S.H. dari Polres Metro Depok menjelaskan aturan berkendara serta konsekuensi yang dapat diterima oleh pengendara tanpa SIM. Ia menegaskan bahwa jalan raya bukan tempat berlatih dan mengingatkan, “Aturan ada bukan untuk membatasi, tetapi untuk menyelamatkan.”
Materi medis dipaparkan oleh dr. Ryzka Febriyani Anggita dan Ade Firmansyah dari RS Puri Cinere. Mereka menjelaskan berbagai jenis cedera yang umum dialami korban kecelakaan serta pentingnya pertolongan pertama menggunakan prinsip ABC, yaitu airway, breathing, dan circulation.
Keduanya menekankan bahwa helm berstandar SNI merupakan perlindungan utama untuk mengurangi risiko cedera kepala yang sering berakibat fatal. Perwakilan Jasa Raharja, Erna, turut menjelaskan mekanisme perlindungan dan santunan kecelakaan.
- Ist
Santunan bukanlah alasan untuk mengabaikan keselamatan, sekaligus menekankan bahwa kontribusi asuransi telah termasuk dalam pembayaran pajak kendaraan sehingga masyarakat tidak perlu mengurusnya secara terpisah.
Kegiatan ini ditutup dengan pembacaan Pakta Integritas Keselamatan Berkendara. Para peserta menyatakan komitmen untuk mematuhi aturan lalu lintas, menggunakan perlengkapan keselamatan, tidak berkendara tanpa SIM, dan menghindari tindakan berisiko yang dapat mengancam keselamatan diri maupun orang lain. (udn)
Load more