Kisah Penyintas Jadi Kader TBC Hingga Berujung Perjalanan Umrah
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Indonesia saat ini masih perlu melakukan serangkaian penangan serius penanganan penyakit TBC mengingat tingginya angka penderitanya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Tahun 2024 Indonesia menempati peringkat kedua jumlah kasus TBC tertinggi di dunia.
Di balik maraknya penyebaran penyakit TBC, terdapat sekelompok orang yang berperan aktif dalam memitigasi hingga melakukan penanganan di masyarakat.
Alhasil, mereka pun mendapatkan balasan atas kebaikannya dengan berkesempatan melakukan perjalanan ibadah umrah melalui program Reksa Dana Haji Syariah (I-Hajj Syariah Fund) oleh PT IIM.
Tercatat 90 jemaah umrah diberangkatkan ke tanah suci diantaranya tiga kader dan dua patient suporter (PS) dari PR Konsorsium Penabulu-Stop TB Partnership Indonesia (STPI) yang berasal dari Jakarta Timur, Tangerang, Malang, Palembang, hingga Medan.
Komisaris Independen PT IIM, M. Yani, menegaskan komitmen perusahaan dalam memberikan dukungannya kepada para kader yang berada di garda terdepan penanggulangan TBC.
“Mereka bekerja di lapangan dengan risiko tinggi tertular, tetapi tetap setia mendampingi pasien dan mengedukasi masyarakat. Melalui program Reksa Dana I-Hajj Syariah Fund, kami ingin menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasi nyata atas dedikasi mereka, sekaligus memberi kesempatan untuk menunaikan ibadah umrah sebagai bentuk penghargaan,” ujar Yani, Jakarta, Rabu (24/9/2025).
Yani menuturkan langkah ini merupakan komitmen filantropi pihaknya berasal dari penyisihan dana infaq yang dikelola oleh pihaknya.
Menurutnya program ini ditujukan bagi mereka yang berkontribusi bagi masyarakat dan memiliki keterbatasan ekonomi.
“Selama lebih dari dua dekade, dari 2005 hingga September 2025, program Reksa Dana I-Hajj Syariah Fund telah memberangkatkan lebih dari 1000 jemaah. Pencapaian ini menjadi bukti nyata dukungan kami kepada masyarakat yang kurang mampu namun memiliki kontribusi sosial signifikan,” jelas Yani.
Sementara, Direktur Eksekutif STPI, Henry Diatmo menyampaikan bahwa jumlah kasus TBC di Indonesia memang jauh lebih besar dibandingkan kuantitas kader kesehatan di lapangan.
Karenanya, para kader di lapangan memiliki peran sangat strategis bagi pencegahan maupun pengobatan para penderita TBC.
“Peran mereka sangat strategis, seperti menjangkau komunitas, melakukan edukasi, mendampingi pasien, hingga memastikan akses pengobatan. Karena itu, keberadaan mereka harus terus diperkuat, baik melalui peningkatan kapasitas, dukungan lintas sektor, maupun apresiasi yang layak atas kerja keras mereka,” jelasnya.
Di sisi lain, Anil seorang penyintas TBC sekaligus PS yang juga jemaah dari perjalanan ibadah umrah mengaku senang mendapatkan kesempatan tersebut.
Ia mengaku memilih mendedikasikan waktunya untuk mengedukasi pasien dan memastikan pengobatan terus berjalan usai dirinya menjadi penyintas TBC.
Sehari-harinya Anil merupakan kader di Komunitas Masyarakat Sehat Sriwijaya (MSS) Sumatera Selatan.
“Saya sangat tertarik untuk bergabung untuk mengedukasi pasien, karena saya sangat merasakan bagaimana rasanya menjadi pasien TBC RO, maka itu penting saya dalam tugas pendampingan, mulai dari mengontrol minum obat pasien, mengingatkan kontrol dokter pasien, memberikan obat untuk pasien yang tidak bisa datang ke puskesmas, serta selalu memberikan support pasien agar tidak putus pengobatan,” jelas Anil.
Selain menjadi PS Komunitas Masyarakat Sehat Sriwijaya Sumatera Selatan, Anil juga aktif sebagai kader kesehatan dan relawan hotline yang memberikan dukungan mental bagi pasien TBC.
“Karena saya penyintas TBC, saya memahami betul bagaimana rasa kehilangan mental terhadap penyakit, sehingga saya termotivasi untuk mendampingi pasien TBC agar mereka tetap semangat dan percaya diri untuk sembuh,” ungkapnya.
“Alhamdulillah, saya sangat bersyukur bisa membantu masyarakat melalui komunitas ini. Saya berharap kegiatan saya dapat membantu menurunkan angka TBC di Indonesia khususnya di Sumatera Selatan,” sambungnya. (raa)
Load more