Royalti Musik Ramai Diperbincangkan Hingga Praktisi Hukum Desak Audit LMKN
- Dok tvOnenews.com/Haries Muhamad
Deolipa menganalogikan LMKN seperti “tukang tagih” yang mengancam pidana bila pelaku usaha tidak membayar. Di sisi lain, Deolipa menyesalkan posisi LMKN yang berstatus non-struktural. Menurutnya, hal itu membuat pengelolaan royalti semakin kabur.
“Ini karena dibikin non-struktural dan bikin abu-abu. Jadi enggak tegas, kan? Karena abu-abu tadi karena non-struktural. Kalau struktural kan jelas. Kalau non-struktural kan abu-abu. Bisa ke sono, ke sini, ke sono, kan? Sehingga bisa terbang-terbang ke mana-mana. Dibiarkan saja, begitu, kan?” ucap Deolipa.
Menurut dia, ke depan mesti dipertegas. Apakah LMKN menjadi lembagaan negara yang rapi, yang mudah terstruktur di bawah pengawasan negara, ataukah dibiarkan abu-abu.
"Sampai sekarang ini posisinya masih abu-abu,” ucapnya.
Sebagai solusi jangka panjang, Deolipa pun mendorong pemerintah dan DPR membuat undang-undang baru yang lebih detail soal tata kelola royalti.
“Jadi, ini perlu adanya undang-undang baru. Konkretnya. Karena undang-undang lama ternyata, undang-undang yang sekarang berlaku, yang positif ini, ternyata tidak bisa meng-cover apa-apa yang menjadi kepentingan para pihak, ya, di dunia penciptaan lagu dan di dunia royalti,” pungkasnya. (aag)
Load more