Terbongkar Pengakuan Dedi Mulyadi soal Agama dan Ajaran Sunda Wiwitan: Itu kan dari Leluhur Saya tapi…
- Tim tvOne/Cepi Kurnia
tvOnenews.com, Jakarta – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terus menjadi sorotan publik nasional lewat kebijakan-kebijakan nyentriknya. Selain kebijakannya, pria yang akrab disapa KDM itu juga nyentrik dalam berpakaian.
Ia selalu mengenakan pakaian serba putih dengan ikat kepala yang juga berwarna putih. Gaya berpakaiannya itu pun memantik tanda tanya banyak pihak.
Dalam sebuah video singkat yang diunggah di kanal YouTube Percaya Gak Percaya, Dedi secara terbuka mengakui dirinya sebagai pengikut ajaran Sunda Wiwitan, khususnya dalam aspek etika lingkungan.
- Antara
“Saya ini dari sisi etika lingkungan pengikut ajaran Sunda Wiwitan, yaitu ajaran yang mengajarkan mata air harus dijaga, pohon harus ditanam, gunung tidak boleh ditambang... rumah harus julang ngapak... Kan itu ajaran leluhur saya, dari sisi lingkungan,” ungkap Dedi dalam video tersebut.
Dedi menegaskan bahwa ajaran Sunda Wiwitan merupakan bagian dari warisan leluhur asli masyarakat Sunda. Namun, dalam pernyataan yang cukup mengejutkan, ia juga mengatakan, “Nah, tapi dari sisi syari, agama saya pengikut ajaran Islam, KTP-nya Islam. Walaupun saya belum Islam.”
Baru-baru ini beberapa kebijakan Dedi Mulyadi selama memimpin Jawa Barat juga menuai pro dan kontra, seperti wacana pemberian syarat vasektomi bagi penerima bantuan sosial serta pendirian barak pendidikan militer untuk siswa yang dianggap nakal.
Meski begitu, popularitas Dedi tetap tinggi. Dalam Pilgub Jabar 2024, ia meraih kemenangan telak dengan perolehan suara sebesar 62,22 persen atau 14.130.192 suara, membuktikan bahwa gaya kepemimpinannya yang membumi dan blusukan ke desa-desa masih mendapat tempat di hati rakyat.
- Tangkapan layar
Dari Anak Petani ke Kursi Gubernur
Lahir di Subang pada 11 April 1971 dari keluarga sederhana, Dedi dibesarkan dalam kondisi serba terbatas. Sang ayah, Ahmad Suryana, adalah purnawirawan tentara yang harus berhenti bertugas karena sakit misterius. Ibunya, Karsiti, kemudian menjadi buruh tani untuk menyambung hidup keluarga.
Sejak kecil, Dedi sudah terbiasa hidup prihatin. Ia pernah berjualan es mambo, menggembala domba, hingga menjadi kuli pikul batu bata demi bisa sekolah. Ketekunannya membuahkan hasil ketika ia berhasil kuliah di STIH Purwakarta sambil bekerja menjual gorengan.
Load more