Pengamat Politik dan Pertahanan Soroti Terkait Pengerahan TNI ke Kejaksaan
- Istimewa
Selain mengkritisi aspek legalitas dan urgensi, Wim juga menyoroti potensi dampak jangka panjang terhadap reformasi sektor keamanan.
Dia menilai pengerahan TNI ke ranah penegakan hukum sipil dapat menjadi preseden buruk yang melemahkan agenda reformasi TNI pasca-reformasi 1998.
“Selama lebih dari dua dekade kita berjuang memisahkan fungsi militer dari urusan sipil dan penegakan hukum. Kebijakan seperti ini justru membawa kita mundur,” terangnya.
Wim juga mempertanyakan komunikasi publik dari pemerintah terkait kebijakan ini.
Menurutnya, publik berhak mendapatkan penjelasan terbuka dari Presiden, Menteri Pertahanan, Panglima TNI, dan Jaksa Agung mengenai alasan di balik pengerahan ini.
“Ketiadaan transparansi menimbulkan spekulasi dan ketidakpercayaan publik. Dalam negara demokratis, kebijakan yang melibatkan militer seharusnya dibuka seluas-luasnya untuk pengawasan publik,” tegas dia.
Wim berharap DPR RI segera memanggil pihak-pihak terkait untuk dimintai penjelasan dalam forum terbuka.
Sebagai solusi, Wim mendesak Presiden selaku Panglima Tertinggi TNI untuk segera menghentikan pengerahan ini dan mengembalikan prajurit TNI pada fungsi utamanya menjaga pertahanan negara.
Dia juga menyerukan evaluasi terhadap nota kesepahaman antara TNI dan Kejaksaan agar tidak dijadikan celah untuk pelibatan militer dalam tugas-tugas sipil.
"Langkah terbaik saat ini adalah menghentikan pelaksanaan kebijakan tersebut. Ia mengingatkan bahwa “21 Mei 2025, usia reformasi akan menginjak 27 tahun. Jangan sampai, agenda-agenda reformasi yang kita perjuangkan dulu, harus kandas di altar konsolidasi,” pungkasnya.(lkf)
Load more