Jakarta, tvOnenews.com - Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) menyebut wacana Polri yang mau ditempatkan di bawah institusi TNI maupun Kemendagri merupakan upaya menabrak konstitusi dan mencedrai demokrasi.
Ketua umum Permahi, Fahmi Namakule menilai, secara konstitusional Polri dan TNI merupakan dua institusi sebagai alat negara yang diatur secara terpisah dalam pasal 30 ayat (3) dan ayat (4) menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing.
"TNI terdiri atas angkatan darat, angkan laut, angkatan udara sebagai alat negara bertugas mempertahan, melindungi dan memeliara keutuhan dan kedaulatan negara, sementar Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakan hukum," kata Fahmi, kepada wartawan, Selasa (3/12/2024).
Kedudukan polri pun secara institusional telah final berada dibawah Presiden Repulik Indonesia, sebagaimana ketentuan pasal 7 ayat (2) TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang peran Tentara Nasional Indonesia dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.
"Selain itu, terdapat pula Kepres No.89 Tahun 2000 tentang Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 2 ayat (1), dan ayat (2) secara tegas kedudukan Polri berada langsung di bawah Presiden dan dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden," ujarnya.
Menurut Fahmi Spirit pemisahan dua institusi TNI Polri sejak zaman reformasi ketika Polri yang justru terfokus pada keamanan masyarakat malah terjun dalam aktivitas politik, begitu juga TNI yang selalu masuk dalam urusan sipil sehingga muncul kritikan dari berbagai kalangan yang tentunya bertujuan menciptakan institusi yang profesional, netral dan terfokus pada tugas utamanya masing-masing.
"Usulan menempatkan Polri di bawah Kemendagri atau TNI itu jelas akan menjadi kemunduran. Sebab, penggabungan TNI dan Polri sudah pernah dilakukan sebelum reformasi dan hasilnya tidak baik. Hal ini justru mengingkari semangat Reformasi 1998 yang ingin memisahkan Polri dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)," ungkap Fahmi.
Pemisahan peran TNI dan Polri itu tentunya untuk meningkatkan profesionalisme kedua lembaga negara tersebut. Karenanya, pemisahan peran kedua lembaga negara ini, termasuk posisi struktural Polri di bawah presiden harus tetap dipertahankan agar Polri dapat menjalankan tugas utamanya dengan baik dan efektif.
"Dengan menggabungkan Polri ke dalam TNI akan mengkhianati semangat reformasi dan berpotensi melemahkan demokrasi. Langkah itu hanya akan memperbesar risiko penyalahgunaan kekuasaan dan mengaburkan fungsi masing-masing institusi dalam sistem demokrasi kita," tandasnya.
Akan lebih ideal jika Polri berada langsung di bawah Presiden seperti sekarang, kita tidak bisa memastikan Polri di bawah kementerian dalam negeri akan semakin baik bahkan dikhawatirkan semakin mundur serta rawan akan intervensi.
Soal gagasan politisi PDIP Deddy Yevri Sitorus yang ingin menggabungkan Polri di bawah TNI atau Mendagri karena dugaan keterlibatannya polri dalam Pilkada 2024, harusnya jangan dijadikan sebagai momentum untuk menabrak konstitusi dan merusak demokrasi. (ebs)
Load more