Selain itu, buku ini mencakup upaya pendidikan tentang kebaya melalui digitalisasi pola dan desain, memenuhi salah satu syarat penting UNESCO untuk pengakuan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia.
Sebab, buku itu juga mengabadikan gerakan-gerakan komunitas kebaya di berbagai daerah, seperti “Car Free Day Berkebaya” hingga pelibatan penjahit difabel di Semarang.
Dalam upaya ini, Tim Nasional Kebaya berkolaborasi dengan berbagai komunitas untuk mendokumentasikan keberagaman kebaya, mulai dari Kebaya Ambon hingga Batavia.
Meski sudah komprehensif, Miranti mengakui bahwa dokumentasi ini masih membutuhkan tambahan data, terutama dari arsip luar negeri seperti Singapura dan Belanda.
“Kami bahu-membahu menyusun buku ini, melibatkan banyak pihak demi memastikan warisan budaya ini tercatat dengan baik,” ungkapnya.
Sebagai bagian dari pengajuan ke UNESCO, buku ini menjadi dokumen penting yang memperlihatkan keseriusan Indonesia dalam melestarikan kebaya.
Buku itu juga menjadi bukti nyata bahwa komunitas berkebaya di Indonesia tidak hanya bergerak sendiri-sendiri tetapi bersatu dengan semangat kolektif.
Load more