Seabad Perjalanan Berlage di Nusantara, dari Modernisme hingga Lubang Gelap Sejarah Arsitektur Hindia Belanda
- Bajo Winarno
Berbagai catatan, pernyataan dan perasaannya itu lalu diterbitkan dalam buku berjudul Mijn Indische Reis (Perjalanan Hindiaku) dengan sampul bergambar bangunan untuk menyimpan beras (lumbung padi). Dengan buku itu Berlage tak hanya menampilkan pemikirannya, tetapi juga sikapnya berhadapan dengan narasi narasi besar saat itu, seperti identitas dan kolonialisme. Selama tiga bulan, pengamatannya bahkan semakin jelas: keingintahuan membuka jalan untuk kekaguman; dan ketakjuban.
Perjalanan Berlage ke Indonesia kini berusia seabad, sejumlah orang lalu berinisatif memaknai ulang perjalanan itu dengan menerbitkan buku Berlage di Nusantara. Menariknya, dengan cermat, penuh kesabaran dan ketelitian empat tim penulis (Angelina Basuki, Loes van Iperen, Ester van Steekelenburg dan Petra Timer) mencari dan mengumpulkan tulisan tulisan Berlage dari sejumlah jurnal jurnal lama. Kutipan pemikiran itu tak hanya diikhtisarkan, tetapi juga diberi konteks yang pas sehingga bisa bermakna, menggugah pikiran untuk pembaca kiwari. Buku juga kaya dengan elemen visual yang menarik. Kita dimanjakan dengan 64 sketsa, surat, kartu pos.
“Berlage penting untuk menghubungkan sejarah arsitektur kita yang masih gelap, terutama peralihan dari abad 19 ke 20 berkaitan dengan arsitektur modern Hindia Belanda,” ujar Prof Dr Kemas Ridwan Kurniawan saat menanggap terbitnya buku Berlage di Nusantara yang didiskusikan di Galeri Dia Lo Gue di Kemang, Jakarta, pada Sabtu (19/10).
Pengajar di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia ini menyebut modernitas di Indonesia harus diakui datang bersamaan dengan kolonialisme. “Karena tak bisa terbantahkan, kita harus mempelajarinya,” ujar Prof Kemas.
Buku Berlage di Nusantara, menafsir ulang perjalanan Bapak Arsitektur Modern Belanda ke Nusantara (Sumber Foto; Bajo Winarno)
Pelajaran terpenting lain dari “membaca” ulang perjalanan Berlage, menurut Prof Kemas adalah keberanian untuk menggali identitas arsitektur Indonesia dari warisan moderintas yang ditinggalkan tokoh tokoh arsitektur di Indonesia. “Kita beruntung kita punya sekolah arsitektur sendiri dan arsitek senior yangmengambil ilham dari tradisi Indonesia,” ujar Prof Kemas.
Pembicara lain, arsitek Bambang Eryudhawan melihat sikap Berlage bisa jadi ilham untuk arsitek zaman kiwari. Terutama sikapnya keterbukaannya menghadapi perubahan zaman.
Load more