tvOnenews.com - Kebebasan berekspresi di media sosial dibatasi oleh etika digital. Karena media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama, dan demi meningkatkan kualitas kemanusiaan.
”Etika bermedia sosial dalam pandangan Islam harus tabayyun (cek dan ricek), informasinya benar, tidak menebar fitnah dan kebencian, media sosial untuk amar ma’ruf nahi munkar, serta tidak mengolok-olok orang lain,” tutur Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kabupaten Lamongan M. Khoirul Anam dalam webinar literasi digital di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Selasa (20/8).
Diskusi virtual untuk segmen pendidikan yang diikuti pelajar sejumlah madrasah di wilayah Lamongan itu, digelar atas kerja sama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) RI bersama Kantor Dinas Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur.
Dalam diskusi bertajuk ”Bebas Namun Terbatas: Berekspresi di Media Sosial”, Khoirul menegaskan, Islam mengajarkan opini yang jujur dan didasarkan pada bukti dan fakta serta diungkapkan dengan tulus.
”Tidak menyebarkan informasi yang belum diketahui kebenarannya di media sosial. Istilah ini disebut qaul zur yang berarti perkataan buruk atau kesaksian palsu,” jelas Khoirul Anam dalam webinar yang dipandu moderator Anissa Rilia itu.
Dalam Fatwa MUI No 24 Tahun 2017, sambung Khoirul, disebutkan juga mengenai hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial. Hal ini berkaitan dengan perilaku masyarakat dalam menggunakan medsos yang berdampak positif.
”Islam melarang ghibah; fitnah, namimah (adu-domba); dan menyebarkan permusuhan. Kemudian, melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan berdasarkan suku, ras atau antara golongan; menyebarkan hoaks serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik; menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala yang terlarang secara syari,” beber Khoirul Anam.
Load more