Masalahnya, kata Arman, siapa kandidat yang terindikasi dua isu negatif tersebut. Dalam kontek ini, sebelum akhirnya terbongkar, lebih baik para kandidat untuk menyampaikan penjelasan kepada publik dalam rangka transparansi berdemokrasi.
“Kalau benar para kandidat itu tak merasa terlibat dua isu negatif tadi, harusnya tak perlu khawatir. Tinggal sampaikan saja kepada masyarakat sebagai calon pemilih untuk memberi penjelasan, klarifikasi atau bahkan bantahan," tegasnya.
Dalam pandangan Arman, memberi penjelasan atau klarifikasi diawal jauh lebih baik ketimbang pada saatnya nanti publik tahu.
Sebab, jika mayoritas publik tahu ada kandidat yang tidak jujur terkait dua isu tersebut, sudah pasti mereka akan menghukumnya dengan tidak memilihnya. Dan ini akan menjadi awal kerontokan elektabilitas kandidat tersebut.
Meskipun, lanjut Arman, dalam teori negatif campaign, kuncinya seberapa orang tahu dan seberapa orang percaya. Bisa saja kandidat tertentu itu poligami, tapi kalau ternyata tak banyak orang yang tahu sudah tentu tak akan berpengaruh.
Hal yang sama, tegas Arman, terjadi pada isu LGBT. Bisa saja ada calon yang terlibat LGBT, tapi hanya 5% saja warga Kota Bogor yang tahu, tentu tak berpengaruh. Atau bisa saja diketahui oleh mayoritas publik, tapi mayoritas juga tak percaya, otomatis tak berpengaruh juga.
Namun, menurut Arman, lepas dari itu, siapa pun kandidat yang mau bertarung di kota Bogor untuk terbuka saja. Ini penting dalam rangka transparansi. Jangan sampai elektabilitas sudah bagus, tapi di ujung rontok karena kandidatnya tidak jujur.
Load more