Justru Todung mengkhawatirkan tindakan tersebut menimbulkan framing yang kemudian malah menyebabkan mis-interpretasi dalam kampanye.
Dia mencontohkan framing media dan politik yang pada Pemilu di Filipina. Bagaimana presiden terpilih Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr berhasil menang karena operasi media sosial di Tiktok.
Menurut Todung, Ferdinand tidak pernah mau hadir dalam debat-debat presiden, tapi lebih memfokuskan kampanye melalui Tiktok.
“Nah, kita ini harus melihat pengalaman seperti itu karena framing dilakukan di media sosial. Fenomena politik uang ini banyak dipergunjingkan karena banyak video tentang bagi-bagi beras, bagi-bagi uang dengan pesanan mendukung calon tertentu,” ungkapnya.
Framing yang dilakukan melalui media sosial, kata Todung, bisa memicu tingkat kesadaran politik masyarakat rendah karena literasi digital di masyarakat masih relatif rendah.
Contoh lain yang dikemukakan Todung adalah kejadian beberapa bulan lalu yang dikemas dalam bentuk pertemuan para kepala desa dan perangkat desa. Faktanya, justru pertemuan itu sarat dengan atribut pasangan calon nomor urut 2. Todung pun mempertanyakan keberpihakan pemerintah.
“Menurut saya hal-hal semacam ini merusak pilpres yang seharusnya terlepas dari politik uang. Nah, ini saya kemukakan karena ini penting, karena ini akan terjadi kembali, akan banyak kita temukan,” ujar Todung.
Load more